Monthly Archives: May 2019

Connecti:City – Peran Simpul-simpul Kreatif bagi Pembangunan Daerah

ConnectiCity Logo

Belum lama berselang, di Bandung, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan event Connecti:City dengan konteks simpul kreatif, atau creative hub, yang rencananya akan menjadi event tahunan. Acara ini juga menjadi ajang bagi Pemprov Jabar untuk menghibahkan simpul kreatif kepada kota/ kabupaten sebagai salah satu wujud komitmen Pemprov Jabar dalam mengembangkan Ekonomi Kreatif di wilayah kota/ kabupaten di Jawa Barat. Connecti:City yang pertama ini bertema Enhancing the Roles of Creative Hotspots, Community Hubs, and Smart Networks for Regional Development (Memperkuat Peran Titik-titik Panas Kreatif, Simpul Komunitas, dan Jejaring Cerdas untuk Pembangunan Daerah), dan dalam konferensinya mengundang pembicara yang dapat memaparkan konsep dan contoh mengenai “simpul kreatif”: bentuk, cara mengelola, cara mendanainya, dan sebagainya. Berikut ini inti dari paparan para narasumber.

2019 WestJavaCEconf present.008

Kenneth Cobonpue dari Cebu, Filipina.

Sebagai salah satu desainer profesional yang paling sukses di dunia, Kenneth juga berperan sebagai konsultan kebijakan (melalui semacam Bappeda) di Filipina. Paparan Kenneth menampilkan karya-karyanya, yang  dalam tiap proses penciptaanya mengandung pemikiran tersendiri: Kenneth bekerja dengan material (alami) yang kerap ditemui secara lokal, dengan bentuk yang terinspirasi juga oleh keragaman lokal, serta mengembangkan teknik produksi sedemikian rupa sehingga tidak dapat diduplikasi mesin (menjaga tingkat keterampilan manual dan serapan tenaga kerja). Tidak berhenti di situ, Kenneth juga sangat memperhatikan strategi branding bagi produk-produknya.

Sebagai desainer yang berasal dari Asia Tenggara, ketika pertama kali berpartisipasi di pameran internasional, ia diberi ruang di lantai atas, di pojok, dekat WC. Ia memikirkan cara untuk dapat keluar dari lokasi tersisih itu ke tempat yang lebih mendapat perhatian. Akhirnya ia membuat mobil dari bambu, yang bahkan kemudian dipajang di pintu masuk utama event pameran teresebut. Branding-nya semakin kuat dengan adanya endorsement dari Brad Pitt (“It takes Holywood to get your product known worldwide”) dan ketika salah satu mebelnya, tempat tidur, dipakai di klip video Maroon 5. Belakangan ini,  brand yang memuat namanya sendiri itu semakin melesat dengan adanya kolaborasi antara Kenneth Cobonpue dengan Star Wars. Ia telah menyatakan tidak akan membuat turunan desain dari karakter Star Wars, melainkan menyerap karakteristik film tersebut dalam karya-karyanya, hingga menjadi satu-satunya desainer yang namanya diperkenankan muncul bersama dengan brand Star Wars.

Apa yang dapat dipelajari dari Kenneth? Ia menekankan pentingnya desainer Asia Tenggara untuk mengenali material kekayaan alam asli Asia Tenggara dan mengolahnya sedemikian rupa sehingga mencapai kualitas unggul, yang tidak mudah ditiru dan diproduksi oleh mesin; bahwa desainer Asia Tenggara harus terus mengeksplorasi sumber daya alam dan budaya lokalnya masing-masing, untuk menemukan kekayaan tak terhingga di sana.

M. Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat

Sebagai pemrakarsa acara ini, RK memaparkan terlebih dahulu perjalanannya dengan latar belakang praktisi arsitektur dan urban desain, yang juga pernah aktif di masyarakat – sebagai pendiri dan ketua Bandung Creative City Forum (BCCF) – yang telah banyak menghasilkan prototype/ purwarupa solusi bagi Kota Bandung. Beliau menampilkan beberapa karya arsitektur dan filosofinya, kemudian beralih ke karya-karyanya di Kota Bandung, terutama pembangunan fasilitas ruang publik. RK mengungkapkan perlunya ruang-ruang pertemuan ini, yang dapat menjadi salah satu faktor penting penggerak aktivitas komunitas, mahasiswa, dan masyarakat umum. Inilah alasan Pemprov Jabar menghibahkan ruang-ruang publik yang khusus didedikasikan bagi kepentingan dan kebutuhan komunitas kreatif lokal, yang diharapkan dapat menjadi pusat pengembangan ekosistem ekonomi kreatif di daerah tersebut.

Jia-Ping Lee, dari ThinkCity, Malaysia

ThinkCity telah menjalin kerja sama dengan Kota Bandung melalui BCCF sejak terbentuknya SouthEast Asian Creative Cities Network (SEACCN) pada tahun 2014. ThinkCity yang pada awalnya mendapat tugas khusus untuk mengelola GeorgeTown Penang sebagai kota pusaka UNESCO, kini telah berkembang dan bercabang di kota-kota lain di Malaysia dengan tugas melakukan peremajaan dan revitalisasi kota, tidak hanya melalui pra/sarana fisiknya, tapi juga melalui kegiatan dan dampak sosial budaya pada masyarakatnya. Pada kesempatan ini Ping menampilkan beberapa kasus yang telah berlangsung, sekaligus mengabarkan mengenai program berikutnya yang mengundang kota-kota lain untuk turut berpartisipasi: Placemaker Week ASEAN 2019 (4-8 November 2019).

Emily Ong, dari DesignSingapore Council, Singapura

Emily adalah focal point Singapura Kota Desain untuk UNESCO Creative Cities Network (UCCN). Sebagai sesama Kota Desain UCCN dari Asia Tenggara sejak 2015, Singapura dan Bandung sedang berupaya mempererat kerja sama, dengan juga menggandeng kota-kota lain di wilayah regional ini. DesignSingapore Council tadinya bernaung di bawah Kementerian Komunikasi dan Informasi, namun per April 2019 pindah di bawah Kementerian Perdagangan, dengan tujuan meningkatkan dampak ekonomi dengan basis potensi desain dan kreativitas pada umumnya. Salah satu hal menarik adalah adanya kurikulum kreativitas/ design thinking bagi tingkat sekolah menengah di Singapura, yang dikembangkan oleh guru-guru bersama dengan para siswanya, yang mengembalikan gairah untuk mengeksplorasi dan aktif bereksperimen, bagi anak-anak usia remaja di Singapura. Sekolah menjadi tempat belajar yang menyenangkan.

2019 WestJavaCEconf present.009

Daniel Donnelly (Asia Timur), Malaya Del Rosario (Filipina), Camelia Harahap (Indonesia) dari British Council

British Council telah menyusun Creative Hub Toolkit yang dapat diunduh secara gratis di website mereka, dan telah mendiseminasi Toolkit ini di beberapa kota di Asia Tenggara, termasuk melakukan penelitian terkait implementasi dan dampaknya terhadap perkembangan ekonomi kreatif di kota-kota tersebut. Sebuah simpul kreatif, dalam hal ini, tidak selalu berupa sebuah ruang fisik, tapi juga dapat berupa sebuah platform online di mana para pelakunya dapat bertukar informasi dan membangun sesuatu secara bersama-sama. Berbagai bentuk simpul kreatif di Filipina dan Indonesia dipaparkan oleh masing-masing Director of Arts BC di negara-negara tersebut, meliputi juga program-program yang tengah dan akan dijalankan.

Imhathai Kunjina, dari Creative Economy Agency (CEA), Thailand

Bagi para pelaku dan profesional di bidang kreatif, Thailand terkenal dengan Thailand Creative & Design Centre (TCDC), yang memiliki koleksi material terkaya dalam perpustakaan materialnya, Material ConneXion. Kini TCDC, yang markasnya terdapat di Bangkok dan Chiang Mai, sedang bertransformasi menjadi Creative Economy Agency (CEA), yang akan juga mencakup bidang-bidang kreatif selain desain. TCDC, yang branding-nya sudah sangat kuat, menjadi bagian dari CEA. Dalam kesempatan ini, Imhathai menyampaikan berbagai capaian dan rencana dalam transformasi ini, terutama terkait TCDC/CEA Chiang Mai yang diampunya. Chiang Mai juga telah bergabung dalam UCCN pada tahun 2017 sebagai Kota Craft & Folk Art, namun kota ini telah juga menyelenggarakan acara rutin tahunan Chiang Mai Design Week, biasanya berbarengan dengan Nimmanhaemin Art Promenade (NAP), yang telah mampu membawa perubahan dan perkembangan bagi kota tersebut.

Arief ‘Ayiep’ Budiman, dari Rumah Sanur, Bali

Rumah Sanur didirikan berdasarkan inspirasi kearifan lokal (Bali) yang mencakup tiga hal yang tak terpisahkan: desa (tempat), kala (waktu) dan patra (konteks), dengan menghidupkan kembali semangat Sanur School yang mengusung kolaborasi antar budaya dan ekspresi. Sejak 2014, Rumah Sanur bertujuan membangun kreativitas yang inklusif, melalui pengembangan ekosistem kreatif dan mendukung inovasi sosial, yang terfokus pada pengelolaan sumber daya dan pengembangan produk. Dalam paparannya, Kang Ayiep menyampaikan hal-hal yang dapat menjadi acuan bagi sebuah simpul kreatif, di mana pun simpul ini berada. Rumah Sanur sendiri berkolaborasi dengan berbagai pihak, yang mengaktivasi simpul dengan tiga tahapan: membentuk, mengelola, dan me-monetise para pelaku (baik pengelola maupun pengunjung) yang berkepentingan dengan simpul tersebut. Salah satu hal yang patut dicatat dari paparan ini adalah bahwa penting bagi sebuah simpul kreatif untuk dapat menarik dan mengajak beragam talenta lokal untuk dapat berkarya bersama, dengan memanfaatkan tempat tersebut sebagai titik temu yang ‘tak terduga’, yang harus dapat dikelola dengan benar untuk dapat terus menghidupkan tempat tersebut dan berdampak positif bagi  para pelakunya.

Hirokazu Nagata, dari Plus Arts, Kobe, Jepang

Jepang dapat dipandang sebagai negara yang memiliki banyak pengalaman dalam menghadapi berbagai bencana alam, sehingga warganya pun dapat dianggap sebagai memiliki cara-cara yang paling teruji dalam mengatasi hal-hal darurat. Nagata dari +Arts telah mengembangkan berbagai paket disaster awareness dengan pendekatan kreatif, yang dapat melibatkan seluruh anggota keluarga, dan terutama anak-anak, dengan cara bermain, melalui komunikasi yang mudah diserap oleh siapa pun. Paket-paket ini tersedia dalam bentuk fisik dan aktivitas, praktik latihan penyelamatan dan kondisi darurat, yang sudah diterapkan di berbagai kota dunia; masing-masing mengalami penyesuaian dengan kondisi tempat masing-masing. Di Indonesia sendiri aktivitas ini telah beberapa kali dilakukan di Yogyakarta, terutama setelah terjadi gempa besar di kota tersebut. Dari pengalamannya selama bertahun-tahun, Nagata memaparkan filosofinya mengenai jenis-jenis manusia: angin, air, dan tanah. Manusia bertipe angin adalah yang menyebarkan benih-benih “stimulasi” atau program pada komunitas atau masyarakat di suatu tempat; manusia bertipe tanah adalah yang tinggal dalam komunitas tersebut dan menjaga kelangsungan program di tempat tersebut; manusia bertipe air adalah yang mendampingi komunitas, yang terus menerus mengairi, menumbuhkan dan memberi dukungan bagi bertumbuhnya “benih” program yang telah ditanam di tempat tersebut. Nagata dan timnya mengembangkan Earth Manual Project, yang memuat berbagai cara mengatasi kondisi darurat, dan telah melakukan pameran dan aktivasi keliling; yang kebetulan kali ini sedang digelar di Dia.Lo.Gue, Kemang, Jakarta.

Kobe telah bergabung sebagai Kota Desain UCCN sejak 2008, sehingga dalam platform ini pun Bandung dan Kobe sedang berupaya menjalin kerja sama dalam hal darurat bencana. Terutama mengingat bahwa Jawa Barat adalah juga wilayah rawan bencana, sementara terdapat ribuan desainer di Bandung, yang tentunya dapat lebih berkontribusi bagi kesiapan/ tanggap bencana Jawa Barat dengan cara-cara yang dapat diserap dengan mudah, cepat, dan menyenangkan bagi masyarakat umum.

 

Dari paparan para narasumber pada Connecti:City ini, terlihat berbagai bentuk simpul kreatif di sebuah kota, yang dengan karakteristiknya masing-masing berhasil menghasilkan dampak nyata, inklusif, dan relevan bagi kebutuhan warga lokal maupun pengunjung dan jejaringnya di tingkat global. Simpul-simpul ini dapat menjadi ruang bagi pengembangan kreativitas di bidang-bidang tertentu, namun juga dapat menghasilkan solusi yang jitu dan inovatif bagi beragam isu dan persoalan yang dihadapi wilayah tersebut, melalui rekayasa sosial dan aktivasi potensi kreativitas yang ada.

Diharapkan, pada Connecti:City berikutnya, simpul-simpul yang baru dibentuk di Jawa Barat pun telah dapat menunjukkan perkembangan dan dampaknya yang positif bagi wilayahnya, melalui para pelaku dan penggerak simpul-simpul tersebut.

ConnectiCity Poster

*Paparan dari saya sendiri akan ditulis di blog terpisah 🙂

**Connecti:City 2019 akan didiseminasikan dalam bentuk buku