Olivya Nike Noman
Menengguk minuman dingin di siang hari rasanya memang begitu segar, apalagi jika kita sedang beraktifitas di luar. Bahkan sudah hampir menjadi kebiasaan kita setiap hari untuk membeli produk-produk minuman dingin dalam kemasan ketika jam istirahat di kantor maupun di kampus. Minuman dalam kemasan memang sangat menyegarkan dan sangat praktis untuk menemani aktifitas kita yang padat. Mudah didapatkan di mana saja, mudah dibawa dan ketika sudah habis kita tidak perlu repot membawa pulang botolnya, cukup mencari tempat sampah dan buang saja botolnya.
Seiring permintaan pasar yang semakin meningkat, varian minuman dalam kemasan yang ditawarkan pun semakin beragam. Bahkan menurut Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin), produksi dan konsumsi minuman dalam kemasan di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya dengan kisaran peningkatan 15% per tahunnya. Dari data mereka, pada tahun 2014 produksi air minum dalam kemasan di Indonesia mencapai 24 miliar liter.
Menurut Wawan Some, seorang aktifis lingkungan di Surabaya, ketika pada tahun 2011 produksi dan konsumsi minuman dalam kemasan mencapai angka 17 miliar liter, maka dibutuhkan 500.000 ton botol plastik sebagai kemasannya. Yang artinya pada tahun 2011 itu juga dihasilkan 500.000 ton sampah botol plastik di Indonesia. Maka jika pada tahun 2014 kemarin produksi minuman dalam kemasan mencapai 24 miliar liter, berarti dibutuhkan juga 700.000 ton botol plastik untuk mengemasnya. Atau dengan kata lain pada tahun 2014 saja Indonesia memproduksi 700.000 ton sampah botol plastik.
Maka tidak heran jika menurut studi terbaru yang dilakukan Jenna Jambeck, seorang profesor teknik lingkungan di University of Georgia, Indonesia terlacak sebagai penyumbang sampah plastik terbesar kedua di lautan dunia setelah China. Menurut penelitian yang dipublikasikan di Jurnal Science pada pertengahan Februari 2015 tersebut, jumlah akumulasi sampah plastik di lautan dunia telah mencapai 8,8 juta ton. Dalam penelitiannya Jambeck juga memproyeksikan bahwa jumlah akumulasi sampah plastik di lautan akan mencapai sekitar 170 juta ton pada tahun 2025 jika para penyumbang sampah plastik terbesar, yakni mayoritas negara-negara berkembang di Asia tidak menanggulangi cara pembuangan sampah.
Dari 8,8 juta ton sampah plastik di lautan, China bertanggung jawab atas 27%-nya atau sekitar 2,4 juta ton. Memang tidak disebutkan berapa jumlah sampah plastik yang berasal dari Indonesia, namun yang pasti Indonesia tetap berada di urutan kedua. Dengan adanya ‘lautan’ sampah plastik di lautan dunia akan sangat mengancam kelangsungan hidup hewan-hewan di sekitarnya, seperti burung-burung laut, mamalia laut, penyu laut, dan hewan laut lainnya. Selain termakan oleh hewan-hewan laut yang kemudian menyebabkan kematian hewan-hewan laut, adanya sampah plastik di lautan dunia juga mengumpulkan racun yang cukup untuk menghancurkan ekosistem lautan. Adapun bentuk terbanyak dari sampah plastik di lautan dunia antara lain kantung belanja, botol, mainan, pembungkus makanan, peralatan memancing, puntung rokok, kacamata, ember dan tempat duduk toilet.
Indonesia menghasilkan 700.000 ton sampah botol plastik pada tahun 2014 dan terus meningkat setiap tahunnya, Indonesia juga merupakan negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua di lautan dunia dengan botol plastik menjadi bentuk kedua terbanyaknya. Itu berarti bahwa sampah botol plastik memang butuh ditangani lebih serius di Indonesia.
Jika kita lihat di internet, kita dapat menemukan cara-cara untuk mendaur ulang botol plastik agar dapat digunakan kembali sebagai pot tanaman misalnya, sebagai tempat pensil maupun sebagai kap lampu yang dapat mempercantik rumah. Namun pada kenyataannya banyak orang yang enggan menggunakannya dengan alasan rumah mereka akan terkesan murah dengan penggunaan material sampah botol plastik sebagai elemen dekorasi rumah mereka. Selain itu jumlah penggunaannya pun tidak banyak, misalnya hanya diperlukan satu botol saja untuk membuat pot atau tempat pensil yang dapat digunakan berahun-tahun. Maka dari itu, cara-cara daur ulang sampah botol plastik tersebut sebenarnya kurang efektif karena jumlah produk yang didaur ulang dari sampah botol plastik sangat sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan sampah botol plastik yang kian bertambah setiap harinya.
Sempat terpikir di benak saya bagaimana jika botol plastik dijadikan bangunan saja. Tetapi kemudian terpikir juga botol plastik terlalu ringan, maka mungkin hanya dapat menjadi kandang hewan. Namun suatu hari seorang teman menunjukkan sebuah gambar yang sangat menarik. Rupanya di Nigeria, sampah botol plastik telah disulap menjadi rumah. Proyek pembangunan rumah menggunakan sampah botol plastik di Nigeria ini dirancang oleh DARE (Development Association for Renewable Energies), sebuah LSM yang memfokuskan kegiatannya untuk membuat produk-produk daur ulang.
DARE menyatakan proyek ini sebagai salah satu strategi paling tepat untuk menata lingkungan sekaligus sebagai solusi mengurangi kurangnya perumahan bagi warga Nigeria. Rumah dengan luas 58 meter persegi dengan dua kamar ini membutuhkan setidaknya 14.000 botol plastik kemasan 1,5 liter atau sama dengan 400 kg sampah botol plastik untuk satu rumah, jumlah yang cukup banyak untuk mengurangi sampah botol plastik. Maka jika jumlah sampah plastik di Indonesia mencapai 700.000 ton per tahunnya dapat dibangun 1.750.000 rumah dengan biaya 1/3 dari dari biaya membangun rumah pada umumnya.
Solusi ini sebenarnya sangat cocok jika diterapkan di Indonesia sebagai salah satu negara penghasil sampah botol plastik terbanyak di dunia. Apalagi jika solusi ini diterapkan untuk membangun sekolah-sekolah negeri yang kurang terawat hingga banyak yang roboh dan menghambat proses belajar mengajar. Kurangnya dana dari pemerintah untuk merawat dan membangun sekolah negeri menyebabkan robohnya bangunan sekolah negeri terjadi di mana-mana. Dengan memanfaatkan sampah botol plastik sebagai bahan dasar bangunan pengganti batu bata seperti dikatakan sebelumnya, dapat menghemat biaya pembangunan hingga 1/3 dari biaya pembangunan dengan batu bata pada umumnya. Selain menghemat biaya pembangunan, juga mengurangi jumlah sampah botol plastik yang menjadi momok lingkungan. Win-win solution, isn’t it?
Membuat bangunan dengan bahan sampah botol plastik tidak sulit. Pertama botol plastik diisi dengan pasir, kemudian susun botol menggunakan kawat sehingga botol terikat pada posisinya dengan kuat. Terakhir gunakan semen sebagai perekatnya. Tutup botol yang beraneka warna juga menghasilkan keunikan tersendiri sehingga dapat menjadi unsur dekorasi bangunan yang unik.
Mengenai kekuatan bangunan, para inisiator proyek di Afrika bahkan mengklaim bangunan dengan bahan sampah botol plastik berisi pasir ini lebih kuat dari batu bata biasa.”Strukturnya memiliki keuntungan lain antara lain tahan api, tahan peluru dan tahan gempa bumi. Selain itu suhu di dalam ruang bisa bertahan 180C karena pasir mampu meredam panas matahari sehingga cocok untuk diterapkan di kawasan tropis,” kata koordinator proyek di Nigeria, Yahaya Ahmad.
Maka sekolah negeri dari sampah botol plastik rupanya menjadi solusi yang murah sekaligus ramah lingkungan bagi Indonesia. Tidak seperti bata yang harus proses tradisionalnya dibakar, membutuhkan banyak kayu, serta berkontribusi pada penebangan hutan, sampah botol plastik tidak. Bisa dibayangkan ada tiga kali lipat jumlah sekolah negeri yang dapat diperbaiki dengan anggaran yang sama, serta jumlah sampah botol plastik yang termanfaatkan untuk membangun sekolah-sekolah negeri sampah tersebut. Anak-anak terfasilitasi pendidikannya, beban bumi pun berkurang.
Perilaku konumsi kita sekarang juga sedikit banyak mempengaruhi perilaku atau buangan sampah yang dihasilkan, membawa minuman sendiri dengan tumblr jauh lebih baik, menjadi salah satu alternatif yang bisa dilakukan.
Baileys terbukti efektif membantu kita bikin artikel. LOL
Reblogged this on eibidifaiq and commented:
izin reblogg ka/pak/bu