Tanggal 26-28 Mei 2025 lalu berlangsung kegiatan tahunan UNESCO Cities of Design Subnetwork Meeting, di mana Saint Etienne terpilih menjadi tuan rumah, yang sekaligus sedang menghelat Design Biennale di kota tersebut. Sebagai salah satu ‘kakak tertua’ Kota Desain UNESCO Creative Cities Network (UCCN), pengelolaannya cukup matang dan hasilnya dapat langsung terlihat, meskipun pemerintahan dan personelnya juga berubah-ubah sejalan dengan linimasa politik lokal maupun nasional mereka. Dan, tentu saja, “desain” di sini bukan sekedar obyek atau benda dengan kualitas fungsi dan estetik tertentu, tapi lebih luas lagi: sebagai jasa (service design), sistem dan pola pikir (design thinking), semangat solutif dengan empati, serta ekosistem yang inklusif, sekaligus produktif dan berkelanjutan. Berikut ini beberapa catatan dari St. Etienne.

Pengelola Kota Desain | St. Etienne bergabung dalam UNESCO Creative Cities Network sebagai Kota Desain di tahun 2010, namun sebelumnya memang telah memiliki rekam jejak yang signifikan dalam bidang desain; yaitu terselenggaranya International Design Biennale sejak 1998, dan terbentuknya kawasan desain, Cité du Design, sejak 2005. Perguruan tinggi seni & desain memiliki peran besar dalam hal ini, dan Pemerintah Kota St. Etienne adalah otoritas lokal pertama di Perancis yang mengintegrasikan fungsi manajemen desain dalam rancangan dan implementasi kebijakan publik, sejak 2010. Prosesnya selama ini pun tidak mulus-mulus saja, bahkan sampai saat ini. Tapi komitmen untuk terus melibatkan desain & kreativitas dalam mengelola kota tidak pernah ditinggalkan, sehingga dampaknya terlihat nyata dan terukur.
Cité du Design | Kota St. Etienne memutuskan untuk memanfaatkan lahan dan bangunan bekas pabrik senjata menjadi Kawasan Desain, atau Cité du Design. Di tahun 2025 ini, telah rampung digarap bangunan sekolah tinggi seni dan desain yang memuat berbagai bengkel, studio, ruang kerja digital, ruang cetak (mahasiswa harus cetak dan jilid laporan tugas akhir/skripsinya sendiri!), dll.; gedung kantor administrasi sekolah dan Cité du Design, ruang konferensi, serta ruang-ruang yang disewakan untuk pengusaha, baik rintisan (startup) maupun yang lanjutan; berbagai galeri dan studio, termasuk toko cenderamata; taman dalam ruang (green house) yang menuju ke perpustakaan buku dan materiał (ada koleksi material dari Material Library ITB di sana!); serta semacam showroom yang memuat maket dan linimasa rencana pembangunan kawasan, juga display karya dan milestones sejarah desain dunia. Sebuah concept hotel dan restoran juga direncanakan terbangun dalam waktu dekat ini. Sehingga, pantaslah St. Etienne menjadi kiblat Kota Desain di Eropa, bahkan dunia, melalui komitmen dan aksinya dalam melibatkan desain dalam strategi pembangunan kota.
Purwarupa Bangku Taman | Salah satu display dalam rangkaian Design Biennale ini adalah enam purwarupa bangku taman yang dipasang di salah satu taman di tengah kota. Tiap bangku dirancang oleh seorang mahasiswa, yang harus sanggup menerapkan kapasitas teknik produksi dan material dari perusahaan mitra yang memproduksi bangku tersebut; penempatannya pada ruang publik pun disepakati bersama dengan pemerintah kota. Di dekat setiap bangku, terdapat nama bangku, nama desainer, serta nama perusahaan yang dicetak pada stiker, yang ditempel pada pelataran di depan masing-masing bangku. Pengunjung taman, masyarakat umum, siapa pun, dapat memanfaatkan bangku-bangku tersebut, dan memberikan masukan untuk perbaikan desainnya. Diakui oleh dosen pengampunya, bahwa tidak mudah untuk mendapatkan kesepakatan dalam skema Public-Private-Partnership ini, namun keenam purwarupa bangku telah berhasil merepresentasikan kerja sama lintas stakeholder tsb. Project ini langsung mengingatkan pada instalasi Bandung Public Furniture di Helarfest 2008 dan 2009, serta program RekaKota di Semarak Bandung 2010. Kita harus mulai lagi nih!
-
-
Workshop bersama Design+ | Salah satu rangkaian acara UNESCO Cities of Design Subnetwork Meeting adalah workshop yang dipandu oleh Design+, yaitu perkumpulan desainer muda yang masing-masing memiliki studio, perusahaan atau jenama desain sendiri, dan bergabung dalam Design+ untuk menyelenggarakan berbagai program bersama. Terdapat tiga jenis workshop untuk para focal point Kota Desain; yang pertama menggunakan sticky notes untuk menyelesaikan kalimat, seperti, “Saya sedang memerlukan…”, atau “Tempat saya bekerja terkenal dengan…”, dsb. Notes tsb. kemudian ditempel pada papan, sehingga seluruh peserta dapat saling mengenali dan melihat peluang kerja sama. Workshop kedua mengajak tiap kelompok kecil untuk memilih tema yang dianggap urgent, mendiskusikan, dan menampilkan solusinya dalam model yang menggunakan mainan manusia, hewan, bentuk-bentuk geometris, masking tapes, play dough, dsb. Di workshop ketiga, masing-masing peserta difoto menggunakan Polaroid, lalu menempelkan fotonya di dinding, dilengkapi dengan nama dan afiliasi. Lalu, dengan kapur berwarna, membuat garis-garis yang menghubungkan dengan foto peserta lainnya, sambil menuliskan koneksi atau kolaborasi yang dapat dilakukan. Menyenangkan, dan mungkin perlu dilakukan secara berkala di antara sekian banyak komunitas yang berbeda di Bandung.
Material Library | St. Etienne memiliki koleksi material, termasuk “material baru” yang kerap merupakan hasil eksplorasi dalam upaya mendaur-naik (upcycling) material yang dianggap limbah, dan/atau yang belum dianggap berpotensi sebagai pembentuk benda. Perpustakaan material ini sangat bermanqfaat bagi para (calon) desainer yang ingin bereksperimen, mengeksplorasi lebih jauh proses dan penggunaan alternatif material untuk meningkatkan nilainya, atau sebagai bahan baku produk inovatif. Koleksi material yang jauh lebih lengkap dan paripurna sebenarnya adalah yang dimiliki oleh TCDC, sekarang Creative Economy Agency (CEA) Thailand. FSRD ITB mulai punya MatLib kecil-kecilan, di Design Centre CADL, terinspirasi dari St. Etienne dan CEA. Selanjutnya, ITB tengah bekerja sama dengan St. Etienne untuk MatLib ini, saling bertukar koleksi sambil mempromosikan material baru hasil eksplorasi mahasiswa dan peneliti dari masing-masing kampus.
Kolaborasi Internasional | Selagi di St. Etienne, kami jadwalkan untuk bertemu dengan tim hubungan internasional dari seluruh kampus St. Etienne, tidak hanya bidang seni rupa dan desain. Diskusi berlangsung singkat, padat, dan bersemangat, karena ketika masing-masing memaparkan tentang kampusnya, ternyata kita memiliki irisan besar dalam berbagai subyek penelitian. Sinergi antara sains, engineering, kreativitas dan bisnis, akan menghasilkan inovasi yang menarik dan berdampak, dan kedua kampus ini memiliki semuanya! Ada peluang besar yang kita bisa garap bersama.

—–
Refleksi. | Sungguh, hal-hal yang patut dicontoh dari St. Etienne sebenarnya bukanlah ‘barang baru’ bagi Bandung. Kita punya semuanya. Kita sudah punya lahan yang siap diadaptasi kegunaannya; kampus desain dengan akademisi, dosen/peneliti dan mahasiswa melimpah; komunitas, akademisi, praktisi desain/ subsektor industri kreatif lainnya yang terbukti unggul di tingkat nasional dan global; inisiatif warga dałam berbagai bentuk perayaan kreativitas; bahkan kebijakan dan peraturan daerah; kelompok berintegritas yang mampu memimpin perubahan hingga membawa keunggulan ekonomi kreatif Bandung hingga ke panggung internasional. Kita masih punya Bandung Design Biennale dan events kreatif lainnya, yang berdampak nyata, sekaligus menjadi panggung bagi pelaku ekonomi kreatif Kota Bandung di segala bidang dan level. Kita pernah punya belasan konsep Bandung Creative Belt, bahkan pernah melakukan piloting salah satunya, dengan menyelaraskan kepentingan warga, pelaku bisnis kreatif, serta pemerintah. Kita pernah punya harapan besar untuk mengakselerasi sektor ekonomi kreatif, demi mewujudkan kota kreatif yang sesungguhnya. Yang kita tidak punya, hanyalah konsistensi dan komitmen berkelanjutan dari pengelola dan otoritas kota.