Monthly Archives: August 2011

Anak-anak Bantar Gebang Selalu Senang

Apa jadinya ketika kita diminta untuk mengajar, tapi akhirnya malah belajar lebih banyak dari kelas yang kita ajar? Jadinya ya seperti hari ini, ketika saya, Ihsan dan Pidi mengisi acara Akademi Berbagi Anak Jalanan di Bantar Gebang dalam rangka Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 2011.

Bagi yang pernah mendengar sekilas tentang Bantar Gebang, lokasi Tempat Pembuangan (sampah) Akhir atau TPA, pasti yang terbayang adalah bukit sampah bau dan tempat yang kumuh. Saya sendiri baru dengar hari ini bahwa anak-anak yang kita temui ini, dari kelompok belajar Al-Falah, adalah anak-anak dari pemulung, pemilah dan pengolah sampah yang tinggal di Bantar Gebang secara ‘ilegal’. Tempat tinggal mereka, yang hanya serupa bedeng dan tempat teduhan, berada bersama dengan tumpukan sampah. Karena keberadaan mereka yang tidak resmi itulah, mereka tidak mungkin membuat KTP dan memiliki Kartu Keluarga (KK). Di satu sisi, mereka tidak bisa diusir, karena merekalah yang melakukan pemilahan dan pengolahan sampah di TPA tersebut, sebab penduduk ‘resmi’ di sana tidak akan bersedia melakukan pekerjaan tersebut. Tapi di sisi lain, mereka tetap tidak bisa memperoleh KK. Karena tidak ada KK, anak-anak mereka pun tidak bisa bersekolah di SD Negri di sana. Jadi pilihan apa yang dimiliki anak-anak ini untuk mendapatkan pendidikan? Tanpa KK, mereka tidak bisa masuk SD dan dapat ijazah. Padahal tanpa ijazah SD, mereka tidak mungkin masuk SMP. Lalu bagaimana dengan masa depan mereka? Lalu dibentuklah kelompok belajar Al-Falah, setidaknya untuk meluluskan mereka dari jenjang SD, agar dapat masuk SMP. Salut yang teramat sangat untuk pendiri kelompok belajar ini, para guru dan relawannya, yang telah terus menerus  membina anak-anak ini.

Kembali ke beberapa minggu sebelum 17 Agustus. Ketika Mbak Ainun, kepala sekolah Akademi Berbagi, menawarkan untuk mengajar #AkberAnjal di Bantar Gebang, sontak saya setuju. Dalam perjalanan dari Bandung menuju Bantar Gebang, tim pengajar Akber kali ini (saya, Ihsan dan Pidi), sepakat untuk mengajak anak-anak itu bergembira saja, bebas dan merdeka dalam berekspresi, lewat permainan, gambar, lagu, dan apa pun. Kami tiba di wilayah Bantar Gebang sekitar pk.14:00, saat siang sedang terik, lalu mengontak tim Akber yang sudah lebih dulu tiba, untuk menanyakan lokasi acara. Ternyata tempatnya adalah sebuah aula semi-terbuka dalam lahan untuk Al-Falah yang belum selesai digarap, ada 2 ruang lagi + 4-5 WC di sana, tapi belum ada air, dan dua kelas yang sedang dibangun, atas dana sumbangan dari sebuah perusahaan asing.

Aulanya relatif bersih dan luas, tapi tanpa angin yang berhembus, aroma sampah membusuk menguar merata, dan lalat tak terhitung terbang berkeliling. Bayangkan, anak-anak ini setiap hari hidup dalam kondisi seperti ini.

Berhubung ini tanggal 17 Agustus, tim relawan Akber ada yang sudah tiba di tempat sejak pagi, untuk melaksanakan upacara bendera. Salut juga untuk mereka ini, yang kerja tanpa pamrih! Sore itu juga dilaksanakan sedikit upacara, yaitu membacakan teks proklamasi dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Setelah jeda untuk sholat, acara Akbernya dimulai. Ada sekitar 50 anak laki-laki dan perempuan, berusia antara kelas 3 sampai dengan 6 SD. Ihsan, yang memang sering membawa bocah-bocah berkemah dan bertualang, memulai dengan melakukan ice breaking melalui permainan “tupai dan pohon”. Di sini anak-anak belajar teamwork dan koordinasi, di samping konsentrasi dan asosiasi antara verbal dan aktivitas motorik. Selanjutnya, anak-anak diajak menggambarkan diri mereka sendiri, agar mengenali diri sekaligus membiasakan untuk nyaman untuk berekspresi dengan media kertas dan krayon yang mereka pakai siang itu. Setelah ini, permainan yang sesungguhnya dimulai!

Pertama, mereka masing-masing diminta menggambar “tempat duduk yang bukan kursi”, lalu menampilkannya di depan teman-temannya. Kedua, mereka diminta menggambar “alat penanggulangan tentara dari mars” yang bersenjatakan api dan batu, lalu juga menceritakannya di muka kelas. Ketiga, dalam 5 tim, mereka harus membuat “alat penangkap ular berkepala sapi”, dan harus presentasi di depan semuanya. Yang terakhir ini, ada kakak-kakak relawan dalam tiap tim yang boleh membantu. Di sini, anak-anak diajak untuk berpikir di luar kebiasaan. “Tempat duduk yang bukan kursi” menghasilkan gambar-gambar tikar, pohon, batu, balai-balai, kasur, dan sebagainya. “Alat penanggulangan tentara dari mars” banyak yang berbentuk ember, baskom dan selang air, dan tembok penghalang, namun mereka sambil juga belajar menjelaskan dan tampil di publik untuk menceritakan ide-ide mereka. Di tugas yang terakhir, mereka belajar bahwa berdiskusi itu dapat memunculkan lebih banyak lagi ide, sekaligus melatih cara berkomunikasi dalam sebuah kelompok kerja. Sesi presentasinya tentu tidak kalah seru, karena setiap orang dapat mengajukan pertanyaan untuk regu yang sedang presentasi. Nama-nama regunya pun seru, ada Pelangi Pastel, Menunggu Hari Lebaran, Bunga Matahari, Sinar, dan Robot Kobuzer. Di akhir sesi presentasi, dipilih satu regu pemenang favorit, yang mendapatkan hadiah (lollipop!) dari kepsek Akber. Pemenangnya? Menunggu Hari Lebaran!

Setelah itu tibalah saat yang, ternyata, paling mengharukan. Pidi dengan gitarnya mengajak anak-anak membantunya mengisi kata-kata untuk lagu yang ia buat untuk mereka. Awalnya dimulai dengan kalimat,

Anak-anak Bantar Gebang Bisa Renang

sebagai judul, dengan lirik

Kami anak-anak Bantar Gebang

Satu selalu kasih sayang

lalu

Bisa senang bisa menang

“Ayo, bisa apa lagi?” tantang Pidi.

Bisa renang bisa sayang

Bisa terbang bisa kayang

Itu tadi usulan mereka, yang serima dengan “-ang”, dan masih banyak lagi sebenarnya. Tapi lalu ditutup Pidi dengan:

Selamanya…

Lagu ini, yang menjadi milik anak-anak Bantar Gebang, kami nyanyikan berkali-kali, judulnya direvisi jadi “Anak-anak Bantar Gebang Selalu Senang”. Terakhir kami nyanyikan sambil berdiri. Lihat ekspresi mereka! Gembira dan bangga.

[youtube http://www.youtube.com/watch?v=oLGoVvh7zMc]

Akber kali ini, dalam segala kesederhanaannya, telah menunjukkan kehebatannya. Para relawan tetap di Bantar Gebang, tim Akber yang sudah mempersiapkan acara ini jauh hari sebelumnya, dan para ‘kepsek’ (Akber, Anjal, Bantar Gebang) yang dedikasinya tak diragukan – andai separuh saja dari semua pejabat dan PNS RI memiliki dedikasi terhadap negri ini setinggi itu, Indonesia pasti sudah sejahtera merata sejak dulu!

Anak-anak Bantar Gebang yang luar biasa, dengan segala keterbatasan kondisi mereka, tetaplah anak-anak yang senang bermain dan diperhatikan dengan wajar. Keterpinggiran mereka tidak memadamkan semangat mereka untuk belajar. Siapa lagi yang akan mengurus mereka bila tidak mereka sendiri, dengan sedikit uluran tangan dari kita, “Karena mereka adalah juga kita. Satu.” – ujar Pidi di salah satu twit-nya sepulang dari Bantar Gebang tadi, “Jika kita tidak berbagi bersama mereka, maka kita inilah sampah”.

Terima kasih semuanya atas pengalaman berharga ini. Terima kasih. Selamat memperingati hari jadi Republik Indonesia, semoga bangsa ini makin dapat saling mengurus diri dan menjaga kedaulatan tanah air.