Monthly Archives: April 2020

Lumbung Pangan Sekewood

[lanjutan dari tulisan sebelumnya]

koboy1Sebut saja namanya Ninu. Memang panggilannya begitu, meskipun bukan nama aslinya. Malah dia seringnya pake nama saya, Larasati, untuk kombinasi namanya, jadi begini: Ninu Laras. Ninu ini temen seangkatan di FSRD. Kalau pernah nonton film Koboy Kampus, ingat ada tokoh namanya Ninu? Ya itu dia. Makanya, gak nyangka banget kalau dia sekarang jadi Ketua RW. Kiprahnya di kampung itu lumayan seru, ceritanya bisa jadi satu blog sendiri, sampai kampungnya punya julukan Sekewood. [Aslinya Sekepanjang, tapi karena orang sekampung itu bikin film semua, seperti Hollywood, jadi “Sekewood”. Bebas lah ya.]

Nah, sebagai Ketua RW, Ninu sempat menggalau perihal COVID-19 ini. Awalnya curhat lewat WA soal desinfektan yang disemprotkan ke rumah-rumah. Kenapa? Karena bau/ bikin sesak, warga malah keluar rumah, terus bergerombol, gak jaga jarak. Yang lebih gawat lagi, ketika panik, warga mengoplos “desinfektan” sendiri; yang malah jadi bahaya untuk kesehatan.      

sekewoodTerus Ninu nge-WA lagi, karena punya ide, supaya Pak Gub Jabar mau merekam suaranya, berisi imbauan agar warga mau berdiam #dirumahaja dan jaga jarak, untuk wajib diputar di corong-corong masjid. Sambungnya lagi, seharusnya social distancing harus bisa berjalan dengan baik di Indonesia karena tatanan pemerintahnya berjenjang, hingga ke lingkup terkecil, yaitu area RT. Seharusnya rumah-rumah warga bisa “dikunci” dengan adanya imbauan dan peringatan terus-menerus. Pengawasan seharusnya jadi lebih mudah, dan warga seharusnya bisa jadi semakin sadar akan urgency-nya. Tapi sayangnya hampir tidak ada koordinasi. Pemerintah tidak mengaktivasi peran RT/RW secara maksimal; tidak ada arahan maupun pendelegasian. Sebagai Ketua RW, dia jadi tidak memiliki landasan dalam menentukan kebijakan. Lapisan terbawah seakan dibiarkan mengatur kebijakan sendiri, dan ini sangat membingungkan; berujung ke nggak ngapa-ngapain. Curhatan yang panjang, tapi berisi.

Tak lama kemudian, muncul lagi WA dari Ninu, kali ini berisi inisiatifnya membuat surat edaran. Masih draft, tapi sudah cukup lengkap (saya kopikan di bawah ini). Dia juga tiba-tiba sibuk membuat pamflet dan poster, dan merekrut relawan. Saat ini, saya sambil mengabari juga ke Ninu, bahwa dari pemkot sudah mulai ada instruksi dari sekda untuk instruksi dan mekanisme koordinasi ke kewilayahan. Tapi tampaknya Ninu sedang asyik sendiri dengan merealisasikan rencananya. 

Benar saja, di WA berikutnya, proporsi curhat kalah jauh dibandingkan dengan proporsi solusi. Ninu yang sedang senang-senangnya, mengabari bahwa Program Lumbung Ketahanan Pangan Sekewood berhasil! Di tahap awal ini, di luar dugaan, lumbung melimpah karena banyak donatur berpartisipasi; sudah ter-cover 67 KK yang mendapat manfaat dari lumbung ini. Di chat WA bertaburan emoji senyum dari Ninu. Berikut Ini klasifikasi KK yang diprioritaskan sebagai penerima hasil program Lumbung:

    1. Masukan dari para Ketua RT 01, 02, 03 dan 04 yang faham akan kondisi warganya
    2. Kesesuaian atas data mustahiq (penerima zakat fitrah) dari DKM
    3. Warga untuk periode awal ini tidak termasuk atau tidak tercantum ke dalam data yang diinformasikan oleh Dinsosnangkis melalui kelurahan dari BDT (Basis Data Terpadu), baik melalui program BPNT ataupun PKH
    4. Terdampak secara langsung 
    5. Janda tanpa penghasilan, lanjut usia sendiri, yatim piatu, kondisi sakit, terkena PHK, bangkrut

Rupanya Ninu berhasil mengkonsolidasi pengurus kewilayahan dan warganya. Caranya cukup mudah, katanya, melalui surat edaran yang telah disebarkan: para Ketua RT diwajibkan membuat grup WA warga per RT. Semua informasi harus dari satu sumber ini, no hoax, dan warga pun kompak, sehingga situasi menjadi kondusif.

WhatsApp Image 2020-04-08 at 08.32.29

Ninu sebagai Ketua RW saat menerima donasi dari Bapak Pendeta Jan dari Gereja HIT Cicadas

Istimewanya lagi, program ini pun mendorong kolaborasi antara masjid dan gereja, yang juga menjadi pendonor lumbung dalam bentuk uang dan bahan makanan, meskipun semuanya memang dipusatkan di masjid. [Tahukah Anda? Sekewood memang telah menjadi contoh terbaik skala nasional untuk Kampung Toleransi. Bayangkan, di tengah-tengah Bandung/ Jawa Barat yang nilai toleransinya terendah se-Indonesia!]

Ninu, kamu sudah menunjukkan kualitas kepemimpinan di masa krisis, dengan cara yang paling tepat dan efektif. Kamu sudah membuktikan bahwa modal sosial itu penting dan nyata adanya; beban akan menjadi ringan bila ditanggung bersama. Nggak nyangka, ya, segala keisengan dan kenekadan di masa lampau, ternyata adalah latihan bagi ‘keisengan dan kenekadan terencana’ di masa sekarang. Bangga padamu, Nu. Sekarang, mari tularkan caramu ini ke kampung-kampung lain di Bandung, atau bahkan di Jawa Barat, dan lebih luas lagi. Kita memang hanya akan bisa keluar dari masa darurat ini dengan selamat kalau bisa kompak, mau berkolaborasi, berempati, dan saling mengerti porsi dan tugas masing-masing. Semangat!

 

***TAMBAHAN***

Ada update dari Ninu:

  1. Sejauh ini posko ketahanan pangan sudah mendistribusikan ke 100 KK di Gelombang 1. Untuk selanjutnya, dibuka mekanisme pendaftaran via daring lewat grup WA Kabar Warga melalui Ketua RT, baik secara langsung mendaftarkan dirinya, atau merekomendasikan tetangganya yang memang nyata terdampak.
  2. Selanjutnya, status yang terdampak diverifikasi melalui data yang ada, lalu diwawancara secara daring oleh relawan satgas pangan, termasuk validasi KK dan NIK, karena posko ini tidak hanya membantu warga asli RW 11 tapi juga warga pendatang (yang kos atau mengontrak).
  3. Diedarkan juga surat imbauan untuk para pemilik kontrakan/ kamar kos untuk memberi keringanan pembayaran, karena banyak yang belum mampu membayar, terancam diusir.
  4. Kampung RW 11 sudah di-fogging menyeluruh dengan mobil penyemprot dan manual berkeliling. Hal ini akibat kedekatan dengan salah seorang anggota dewan, Erick Darmajaya (PSI), yang justru perolehan suaranya di kampung itu nol, tapi ia sudah dekat dengan warga dan kadung sayang pada Sekewood karena toleransi dan kegiatan filmnya.

====[draft di bawah ini masih dalam versi aslinya, tidak diedit sama sekali]====

“SEBELAS BERSATU!”

SATGAS SIAGA covid-19 RW11

1. Grup w.a “KABAR WARGA 11″

Seluruh para ketua RT wajib menghimpun masing” warganya dalam satu grup w.a per rt. Yg disebut grup w.a “KABAR WARGA RT 01”, “KABAR WARGA RT 02”, “KABAR WARGA RT 03”, “KABAR WARGA RT 04″

Pembentukan grup w.a per masing-masing rt ini dimaksudkan sebagai media komunikasi dan informasi. Baik untuk program atau kebijakan yg akan dan sedang dilaksanakan dlm menghadapi covid 19 di rw 11.

Media informasi untuk mengetahui kondisi kesehatan warga dan bila ada yang terindikasi dlm kondisi sakit. Dan info” lainnya

2. INFO WARGA 11

Koordinator himbauan dan arahan melalui corong masjid terutama mengingatkan secara berkala ttg pentingnya diam dirumah saja, menjaga kebersihan diri dan keluarga, dan jadwal penyemprotan.

Yang harus secara rutin terus di gaungkan kpd warga masyarakat rw11.

Memberikan edaran, pamflet, spanduk dsb kepada warga.

3. INFO KESEHATAN WARGA

Mengkoordinasi seluruh tenaga perawat/paramedis yg berdomisili di wilayah rw 11 dlm satu grup w.a yang nomornya bisa diakses oleh para ketua rt untuk mendapatkan arahan bila ada warga yg terindikasi terpapar. Agar tidak salah dalam penanganannya.

Serta tanya jawab masalah kesehatan lainnya.

4. INFO KEAMANAN WARGA

– Dibuat Nomor tlp khusus untuk pengaduan dan laporan warga terkait adanya gangguan keamanan dan kriminal. 

– Pembentukan relawan untuk terus berkeliling memonitor dan menghimbau warga agar tetap di rumah saja dgn cara yg persuasif.

– Penutupan tempat” kost untuk tidak lagi bisa menerima tamu/pendatang dari luar

5. LUMBUNG PANGAN WARGA

Menjadikan Masjid sebagai pusat penanggulangan lumbung pangan warga. Membuka dan menerima donasi, mengelola dan mendistribusikan ketahanan pangan u warga yg benar-benar terdampak diakibatkan wabah covid 19 ini. Menggalang dana awal yg berasal dari kas masjid, dana sehat pkk dan dana zis. Untuk selanjutnya membuka penerimaan infaq u ketahanan pangan warga rw11 yg tidak mampu.

Gotong Royong Kekinian

Kita semua sekarang sedang dalam berada kondisi luar biasa. Semua kegiatan sehari-hari terpaksa dilakukan di luar kebiasaan; tidak selalu semuanya berarti buruk, bahkan beberapa justru melatih untuk menjadi lebih baik. Hebohnya, perubahan ini berlaku di seluruh dunia, bagi segala kalangan, tanpa kecuali. Yang menjadi pembeda hanyalah cara-cara menanggapi dan menghadapinya, sesuai dengan konteks kebutuhan masing-masing. Berikut ini sedikit catatan sehubungan dengan pandemi COVID-19 di lingkungan yang terdekat dengan saya. 

 

PEC

Mengenai PEC ini (International Advisory Council for Creative Industries Policy and Evidence Centre UK), pernah saya tulis beberapa waktu lalu. Seharusnya tim PEC ini kumpul lagi awal Juni di Istanbul, Turki, tapi harus dibatalkan. Salah satu dari kami mengusulkan untuk bertemu lewat Zoom, untuk melanjutkan pembicaraan dan supaya tidak “terpisah terlalu lama”. Dengan segera waktu di-polling dan ditentukan, dan tibalah saatnya bertemu secara virtual. 

Screen Shot 2020-04-02 at 19.55.03

Pertemuan PEC

Menarik, mengetahui pengalaman masing-masing negara dan wilayah di belahan bumi lain, dengan fokus perhatian yang juga berbeda-beda. Jelas bahwa tidak ada satu pun negara yang siap dengan kondisi berdampak semasif dan semulti-dimensi ini, tapi setidaknya kita selalu dapat saling belajar dari pihak-pihak lain dalam hal upaya, pengalaman, dan kolaborasi.

Salah satu hal yang diangkat dari pertemuan PEC kali ini adalah fenomena tersedianya akses publik terhadap pertunjukan seni (musik, tari, teater, dll.) yang ditampilkan  secara daring tanpa dipungut biaya. Terdapat kekhawatiran bahwa hal ini akan cenderung membentuk pendapat umum bahwa “seni itu gratis”. Hal lain yang diangkat adalah tentang terpukulnya sektor pariwisata dan berbagai sub-sektor industri kreatif yang menyertainya, yang memang mengandalkan hadirnya kerumuman manusia sebagai sumber pendapatan. Kondisi yang beragam akan menuntut solusi yang berbeda-beda pula. Saya menyampaikan bahwa modal sosial (social capital) adalah yang selama ini memang mendominasi jenis tanggapan yang paling cepat dapat dirasakan manfaatnya; berupa inisiatif masyarakat dalam bentuk berbagai penggalangan dana dan aksi. Saya sampaikan juga program Indonesia Creative Cities Network (ICCN) terkait COVID-19, yaitu kompilasi inisiatif forum lintas komunitas para anggotanya di lebih dari 220 kabupaten/kota, berupa: (1) Komunikasi & edukasi seputar COVID-19, terutama hal-hal yang harus diperhatikan untuk menghadapinya, dalam konten visual dan verbal yang sesuai dengan budaya setempat; (2) Sumber-sumber daya lokal yang menjadi pijakan bagi berbagai gerakan; (3) Konten protokol untuk pemulihan kilat, terutama bagi industri lokal yang terdampak. Data yang diperoleh akan diolah menjadi masukan dan rekomendasi solusi bagi pemerintah sebagai ajuan resmi dari ICCN, agar kebijakan dapat ditetapkan berdasarkan kondisi nyata (evidence-based policy).          

Sebagai tindak lanjutnya, PEC kini sedang mengumpulkan berbagai inisiatif dan gerakan penanganan dampak epidemi COVID-19, terutama yang terkait dengan industri kreatif dan ekonomi kreatif, yang hasilnya diharapkan dapat berkontribusi bagi sektor tersebut secara global.    

 

Bandung dan Sekitarnya

Namanya juga Bandung, yang sarat kampus, kaum muda, dan komunitas, yang semuanya tidak pernah berdiam diri bila ada peluang solusi, terutama di masa krisis seperti sekarang ini. 

    • Design Ethnography Lab. Ini adalah lab baru di Program Studi Desain Produk, FSRD ITB, untuk penelitian desain berbasis entografi. Lab ini mempublikasikan cara membuat masker sendiri dengan bahan-bahan keseharian yang umumnya terdapat di rumah, dengan mengacu dari berbagai referensi. Sekarang, ada versi bahasa daerahnya juga!
    • Masih dari kampus. Desain Produk ITB punya mesin-mesin pencetak 3 dimensi (3D printers). Sebagian, yang memenuhi syarat, sekarang dikaryakan untuk mencetak komponen face shield dan thermometer. Untuk alat-alat medis yang lebih kompleks, seperti ventilator, dibutuhkan standar khusus dan tingkat kelayakan material yang teruji.     
    • Jurusan Fashion di Universitas Maranatha, baik dosen maupun mahasiswanya, menjahit masker kain (non-medis) untuk dibagikan gratis pada yang membutuhkan di sekitar Bandung dan Jawa Barat. Gerakan produksi masker kain ini banyak juga dilakukan oleh teman-teman baik pengusaha perorangan maupun yang bergabung dalam asosiasi semacam Indonesia Fashion Chamber. 
    • Aliansi Desainer Produk Industri Indonesia (ADPII) banyak membahas kontribusi profesi desain produk/industri di grup-grup WA dan media sosial, seperti produksi alat dan bilik desinfektan, face shield, fasilitas cuci tangan & sabun di ruang-ruang publik, dan sebagainya.
    • Torch, start up lokal untuk peralatan traveling dan outdoor, mengalihkan sebagian lini produksinya untuk membuat Alat Pelindung Diri (APD) reusable (!) untuk tenaga medis, dengan juga memperhatikan faktor-faktor keamanan (aman partikel virus) dan kenyamanan (breathable fabric, ukuran tidak menghalangi gerakan).

      619ea3ac-2f37-48f9-828c-725cd025d65f

      APD desain Torch

    • Arus Informasi Santri (AIS) Jawa Barat berkolaborasi dengan para desainer lokal (melalui Bandung Creative City Forum dan Forum Desain Bandung) untuk mengeluarkan materi informasi dan edukasi yang akrab dengan keseharian masyarakat Jawa Barat. Karena terminologi seperti social distancing, physical distancing, lockdown, dan sebangsanya itu sulit untuk langsung dimengerti; dengan sasaran warga yang masih sering bergerombol, bepergian, dan berniat mudik. 
    • YPBB menginisiasi gerakan untuk memberi bantuan pada pemulung dan tukang sampah yang rawan terpapar virus, karena setiap hari mereka harus menghadapi limbah disposable mask dari rumah-rumah tangga. Banyak lagi gerakan yang bersifat mendukung mereka yang harus bekerja di luar, yang membutuhkan fasilitas pengaman yang layak.    

 

Pertemuan Virtual

Terima kasih kepada teknologi informatika dan komunikasi masa kini, yang memungkinkan kita bertemu secara virtual melalui berbagai program. Yak, kalau termasuk sebagai kaum yang privileged, pasti dengan mudah punya akses ke gawai canggih, layanan internet, dan aliran listrik yang stabil. Kontak sosial terjadi lewat daring, dengan teman-teman yang biasanya jarang sekali bisa bertemu.

Screen Shot 2020-04-04 at 16.39.00

Ngumpul seangkatan SMA

  • Ngumpul daring dengan teman-teman seangkatan di SMA 6 Jakarta ini memang ajaib, karena meskipun caur banget, bobot kontennya nggak kalah dengan kantor berita kelas dunia. Beberapa hari lalu, ditetapkan para narsum yang semuanya canggih, teman-teman seangkatan juga, untuk bahas COVID-19 dan dampaknya. Benar-benar jadi makanan jiwa dan otak, sampai kenyang dan senang.
  • Sesi-sesi ngobrol daring jadi berhamburan di mana-mana. Sekali cek medsos dan grup WA, pasti keluar minimal 2-3 poster promo untuk sesi-sesi ini. Siapa pun jadi bisa belajar tentang apa pun, dan pasti berharap punya waktu cukup untuk menyimak semuanya, atau minimal berharap waktunya nggak bentrok dengan virtual meeting lainnya.          

 

Nah, inisiatif yang berikutnya ini yang paling seru: Lumbung Pangan Sekewood.