Monthly Archives: December 2012

Design Thinking? Design Action!

Design Thinking? Design Action!

Catatan dari d.confestival di Jerman, 20-22 September 2012

Tita & Fiki, dengan latar tenda sirkus yang merupakan venue utama d.confestival

Tita & Fiki, dengan latar tenda sirkus yang merupakan venue utama d.confestival

Pada tanggal 20-22 September 2012 lalu, BCCF diundang ke Jerman untuk berpartisipasi dalam d.confestival, sebuah konferensi internasional pertama mengenai Design Thinking yang diadakan di Hasso-Plattner-Institut (HPI) School of Design Thinking di Potsdam. Dalam acara ini BCCF diminta untuk mempresentasikan program-programnya yang telah dan sedang berlangsung, terutama yang berhubungan dengan tema d.confestival ini: Re-Designing Your City. Awalnya adalah ketika direktur dari HPI School of Design Thinking, Prof. Ulrich Weinberg, yang berada di Bandung sebagai salah satu pembicara utama di Artepolis ITB, hadir di Lightchestra. Lightchestra yang digelar sebagai acara pembuka Helarfest2012, berupa sebuah konser musik dan cahaya di hutan Babakan Siliwangi dengan tujuan mendekatkan masyarakat pada keberadaan Hutan Kota Dunia tersebut, rupanya sangat berkesan bagi Prof. Weinberg, apalagi setelah beliau mendapatkan informasi mengenai berbagai program yang telah digarap oleh BCCF. Prof. Weinberg menyatakan bahwa yang telah dilakukan oleh BCCF dan berbagai komunitas di Bandung adalah aplikasi Design Thinking yang sebenarnya, yang selama ini teori dan konsepnya mereka sampaikan di kampus-kampus d.school (sebutan untuk School of Design Thinking), sehingga beliau mengundang BCCF untuk tampil dalam d.confestival sebagai salah satu presenter.

Salah satu diorama di d.school

Salah satu diorama di d.school

Di d.school ini, para mahasiswanya terdiri dari mahasiswa dari perguruan-perguruan tinggi yang berbeda, dengan disiplin ilmu yang berbeda pula, yang bergabung selama satu tahun dalam d.school untuk bekerja dalam tim dalam menyelesaikan permasalahan dan tantangan yang diberikan oleh berbagai perusahaan yang berkolaborasi dengan HPI. Setelah masa ini selesai, para mahasiswa kembali ke kampus asalnya masing-masing dan menyelesaikan studinya di sana, namun semuanya telah membawa pengalaman Design Thinking, kreativitas, dan semangat berkolaborasi antar disiplin ilmu. Sehingga tidak heran bila peserta d.confestival ini tidak hanya terdiri dari desainer, seniman atau orang-orang yang bekerja dalam bidang “kreatif”, tapi berasal dari berbagai bidang ilmu, seperti ekonomi, sosial, kimia, teknologi informasi, dan sebagainya.

Salah satu proses studi design thinking dengan menuangkan ide lewat tulisan di atas Post-It warna-warni

Salah satu proses studi design thinking dengan menuangkan ide lewat tulisan di atas Post-It warna-warni

Acara yang berlangsung selama tiga hari tersebut digelar di kampus HPI, dengan tema “Sirkus”, sehingga venue utamanya bukanlah sebuah aula biasa, melainkan sebuah tenda sirkus yang didirikan di lahan kampus. Untuk melengkapinya, serombongan pemain sirkus profesional dikerahkan untuk menyelingi acara. Jadi tidak heran bila di kampus tersebut tampak berkeliaran pengendara sepeda roda satu, juggler, dan sebagainya. Hal ini mengakibatkan suasana konferensi menjadi lebih mudah cair, dan – terutama karena bentuk ruang yang bundar – menghilangkan hirarki antara para ahli yang menjadi narasumber berpengalaman, dengan para mahasiswa dan peserta lain.

Detail dari acara ini pun digarap dengan baik. Mulai dari gelang semi-permanen yang menjadi “tanda masuk” peserta di semua venue, “koin HPI” yang digunakan di setiap waktu makan, hingga bantal dan selimut berwarna oranye cerah yang disediakan di tenda-tenda makan semi terbuka.

Hari pertama diisi dengan presentasi para pembicara utama dan beberapa sesi parallel. Hal yang paling menarik di hari ini adalah presentasi berjudul The Difference between Design Thinking and Design, yang dibawakan oleh Oliviero Toscani (fotografer, desainer kampanye iklan kontroversial United Colors of Benetton) dan George Kembel (co-founder dan Direktur Eksekutif d.school Stanford University), di mana keduanya menjelaskan posisi masing-masing dalam isu Design Thinking ini.

Prof. Ulrich Weinberg, direktur HPI d.school dengan Andry dan struktur bambo tensegrity yang baru selesai dibangun

Prof. Ulrich Weinberg, direktur HPI d.school dengan Andry dan struktur bambo tensegrity yang baru selesai dibangun

Hari kedua adalah di mana tim BCCF melakukan presentasi dan dua workshop. Dalam salah satu workshop ini, BCCF berkolaborasi dengan Andry Widyowijatnoko, dosen Arsitektur ITB yang baru menyelesaikan studi doktoralnya di Aachen. Di workshop ini Andry mengundang peserta untuk membangun bamboo tensegrity structure, di mana batangan-batangan bambu saling terhubungkan dengan tali logam, tanpa saling bersentuhan. Ketika seluruh bagian bambu dan tali logam sudah selesai dihubungkan, struktur bambu ini dapat diposisikan dalam berbagai arah. Struktur bambu ini kemudian berfungsi sebagai semacam tiang ‘totem’, di mana semua orang dapat berjejaring dengan menggantungkan identitas dan pesannya mengenai Design Thinking yang dituliskan di atas kertas yang disediakan oleh BCCF.

Di workshop yang satu lagi, tim BCCF berkolaborasi dengan Prof. Eku Wand dari HBK Braunschweig dan KBRI di Berlin, mengajak peserta bermain angklung. Hubungannya dengan Design Thinking? Di sini angklung merupakan representasi dari individu, yang memiliki karakter tersendiri. Namun sebuah lagu hanya dapat dimainkan bila masing-masing angklung dapat bekerja sama dan saling melengkapi, seperti halnya kolaborasi antar disiplin ilmu dalam mencapai inovasi.

Presentasi dilakukan di Feedback Room, di mana kasus “Redesigning Your City” di berbagai belahan dunia ditampilkan, masing-masing selama 15 menit, lalu dilanjutkan dengan diskusi dan tanya-jawab. Karena keterbatasan waktu, tentu tidak semuanya mendapat kesempatan menanggapi, sehingga setiap orang yang masuk mendapatkan satu lembar kertas untuk diisi dengan tanggapan, usulan, dan sebagainya. Kertas tanggapan ini, setelah diisi, dapat diberikan langsung pada presenter yang membawakan subyek yang ditanggapi.

Presentasi di Feedback Room

Presentasi di Feedback Room

Dalam kesempatan ini, tim BCCF menyampaikan sekilas informasi mengenai Bandung (ada pertanyaan, “Bandung itu kota di negara apa?”), sejarah berdirinya BCCF, dan aktivitasnya yang “merancang ulang kota”, seperti TUNZA, Lightchestra, Kampung Kreatif, dan Semarak.bdg, dan berbagai program Urban Acupuncture yang telah dan sedang dilaksanakan. Di awal presentasi, BCCF menyatakan belum pernah mendalami Design Thinking, meskipun menurut Prof. Weinberg menyatakan bahwa yang kita lakukan selama ini adalah Design Thinking, sehingga yang disebutkan di presentasi (dan semua materi yang dibawa) menerakan Design Action, sebab itulah yang kita lakukan. Selain slide, BCCF juga menampilkan video-video pendek dari berbagai event tersebut. Tanggapan yang diperoleh BCCF sangat positif, sebab rata-rata yang hadir, pada awalnya belum pernah mendengar tentang Bandung, namun langsung menyatakan ketertarikannya untuk mengunjungi Bandung dan melihat sendiri program-program BCCF, dan bahkan menyatakan minat untuk berkolaborasi dengan kota asal mereka masing-masing. Hal yang dinilai paling menonjol dari BCCF adalah kemampuan kita untuk berkumpul dan bekerja sukarela demi kehidupan kota yang lebih nyaman untuk semuanya, dan semangat kita untuk selalu berbagi, yang seluruhnya dilakukan dengan cerdas dan dengan daya kreatifitas tinggi.

Di hari ketiga, yang merupakan hari terakhir dari rangkaian d.confestival, tim BCCF menyimak presentasi Prof. Kees Dorst (dari Sydney University of Technology), yang menguraikan konsep dan analisa mengenai Design Thinking, yang memetakan berbagai kasus yang terjadi di Sydney. Dari presentasi ini lah BCCF menyadari bahwa kekurangan utama kita adalah hampir tidak adanya analisa atau evaluasi yang terstruktur terhadap berbagai program yang selama ini kita jalankan.

Ruang bundar di tengah-tengah tenda sirkus di penutup acara

Ruang bundar di tengah-tengah tenda sirkus di penutup acara

Di akhir acara, penyelenggara mempersilakan siapa pun yang bersedia untuk maju dan duduk di tengah-tengah lingkaran tenda sirkus, untuk dapat mengutarakan pendapat, kritikan, dan sebagainya, terhadap Design Thinking dan d.confestival. Hal ini juga di luar kebiasaan konferensi pada umumnya, di mana hal-hal disimpulkan dan dibuatkan resumenya oleh sebuah tim perumus yang terdiri dari orang-orang yang terpilih. Saat penutupan d.confestival, tim BCCF mendadak diminta untuk sekali lagi melakukan workshop angklung untuk seluruh peserta. Sambutan para peserta terhadap acara penutupan ini sangat meriah, dan permainan angklung berhasil meninggalkan kesan gembira bagi setiap peserta yang hadir.

Sisa waktu di Berlin dimanfaatkan oleh tim BCCF untuk membuka kontak dan mengawali jejaring dengan berbagai komunitas dan organisasi di Berlin, seperti Create Berlin, Webcuts, Asia-Pacific Berlin Forum, dan International Design Center Berlin. Berbagai rencana kolaborasi telah didiskusikan, dan siap untuk dilanjutkan dan diwujudkan oleh berbagai komunitas di Bandung. Berikutnya? BCCF harus tetap mempertahankan kontribusi positifnya terhadap Kota Bandung, dan Bandung harus sanggup menjadi tuan rumah untuk acara sejenis d.confestival, yang berskala internasional dengan detail yang digarap baik, dan melibatkan berbagai unsur masyarakat dan disiplin ilmu, demi memperoleh solusi yang inovatif dalam menghadapi tantangan kehidupan urban di masa mendatang.

Oktober 2012,

Tim BCCF: Fiki & Tita