Beberapa hari lalu, di acara peluncuran Batam Community Network (BCN), saya mengisi sesi diskusi bertajuk The Benefits of Being in UNESCO Creative Cities Network (UCCN) sebagai focal point Bandung (Kota Desain sejak 2015), bersama dengan dua kota Indonesia lain yang juga telah bergabung dalam UCCN, yaitu Pekalongan (Kota Craft & Folk Arts sejak 2014) dan Ambon (Kota Musik sejak 2019). Sebagian besar peserta acara peluncuran BCN ini berasal dari kota/kabupaten yang telah bergabung di Indonesia Creative Cities Network (ICCN), yang seluruhnya teraspirasi oleh jejaring kota kreatif dunia. Bahasan mengenai pentingnya berjejaring tentu menjadi menarik, ketika kita sekaligus harus mempertanyakan ulang: kalau sudah bergabung, terus ngapain? Apa manfaatnya berada dalam jejaring itu? Selanjutnya gimana? Nah, mari kita bahas sedikit dari sudut pandang dan pengalaman Bandung.
Ketika menyiapkan dossier Bandung untuk UCCN, proses yang awalnya top-down segera berangsur menjadi bottom-up. Kala itu, di tahun 2012, UCCN masih hanya menerima proposal dari kota-kota yang direkomendasikan oleh perwakilan UNESCO di negara pengaju dan kementerian. Namun, bahkan sebelum Bandung masuk dalam rekomendasi Kemenparekraf saat itu, mendiang Mas Tata (Ahmad Rida Soemardi) telah dan selalu mendorong Bandung untuk mengajukan diri masuk ke dalam jejaring tersebut, melalui BCCF. Sebagian besar pemikiran Mas Tata telah menjadi bagian dasar dari tulang punggung dossier Bandung, yang terus kami eksplorasi dan kembangkan hingga menjadi narasi utama. Sayang, Mas Tata keburu berpulang sebelum menikmati hasil buah pemikirannya, ketika perjalanan panjang sejak 2012 ini akhirnya berhasil menghantarkan Bandung bergabung dengan UCCN sebagai Kota Desain di tahun 2015. Ada bahasan lebih detail tentang Kota Kreatif ini di 3 posting tulisan berurutan ini: Kota Kreatif, Untuk Apa?
Sekarang kita fokus ke: setelah masuk jejaring, lalu bagaimana?
UNESCO membentuk UCCN sejak 2004 untuk mempromosikan kemitraan antar kota, yang telah mengidentifikasi kreativitas sebagai faktor strategis untuk pembangunan berkelanjutan di perkotaan. Kota-kota anggota UCCN dengan sendirinya berkomitmen untuk menjawab tantangan SDG melalui potensi kreativitas dan budaya. Berikut ini komitmen lengkapnya, sesuai dengan yang tertera di website UCCN:
Komitmen kota-kota anggota jejaring adalah untuk berbagi praktik terbaik, dan mengembangkan kemitraan yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, masyarakat umum, dalam rangka:
- memperkuat kerja sama internasional di antara kota-kota yang telah mengakui kreativitas sebagai faktor strategis bagi pembangunan berkelanjutan;
- menstimulasi dan mendorong inisiatif kota-kota jejaring untuk menempatkan kreativitas sebagai komponen penting dalam pembangunan kota, khususnya melalui kemitraan yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat umum;
- memperkuat penciptaan, produksi, distribusi, dan diseminasi aktivitas, barang dan jasa berbasis budaya; mengembangkan simpul-simpul kreativitas dan inovasi, serta memperluas peluang bagi para pelaku ekonomi kreatif dan profesional dalam sektor budaya;
- meningkatkan akses dan partisipasi dalam kehidupan berbudaya, khususnya untuk kelompok dan individu yang rentan atau termarjinalisasi;
- secara penuh mengintegrasikan budaya dan kreativitas dalam perencanaan pembangunan berkelanjutan.
Seluruh komitmen ini, bagi Kota Kreatif UCCN, harus diwujudkan dalam sinergi antar seluruh pemangku kepentingan kota, yang belakangam ini sering disebut sebagai Penta Helix stakeholders. Tanpa dukungan salah satu elemennya, atau bila tidak solid atau kurang kompak, maka penyelenggaraan “kota kreatif” akan timpang. Perubahan akan terus terjadi di berbagai sisi dan jenjang, oleh karena itu UCCN mewajibkan seluruh kota anggotanya untuk menyerahkan Membership Monitoring Report (MMR) secara berkala, setiap 4 tahun. Kota yang nirprestasi hingga tiga termin MMR berturut-turut akan dipertimbangkan ulang status keanggotaannya dalam UCCN. Bandung yang masuk tahun 2015 telah menyerahkan MMR pertamanya di akhir 2019 lalu, yang memuat informasi sesuai dengan butir-butir yang disyaratkan oleh Sekretariat UCCN, antara lain: kontribusi pada pengelolaan jejaring di skala global, inisiatif lokal, inisiatif kerja sama antar kota, dan rencana aksi. UCCN juga mementingkan terwujudnya komitmen anggotanya, antara lain, kehadiran di Pertemuan Tahunan UCCN.
=====
Ini kok tampaknya kewajiban semua. Jadi manfaatnya apa? Apakah UCCN memberikan insentif atau dukungan finansial pada kota-kota anggotanya? Jelas tidak.
Harapan Bandung ketika mengajukan diri adalah — mengutip ketua tim dossier Bandung untuk UCCN Fiki Satari — bila akhirnya Bandung berhasil masuk menjadi anggota UCCN, dapat kita lihat sebagai “bonus”, karena yang terpenting adalah, selama berproses, kita terus belajar mendata, menganalisa, dan menyusun argumen tentang potensi kreativitas kita sendiri, bahkan juga mengkuantifikasi tingkat potensi kreativitas di beragam sektor.
Manfaat 1: kita belajar mengenali diri sendiri dari sisi potensi kreativitas dalam skala kota dengan segala sumber daya pendukungnya; sekaligus mengeksplorasi berbagai indikator “kota kreatif” yang terus menerus mengalami pembaruan.
Sejak pertama kalinya hadir di pertemuan tahunan UCCN, Bandung selalu berupaya “didengar”, karena belum semua orang tahu ada kota bernama “Bandung” di Indonesia. Bagaimana caranya? Delegasi Bandung sedapat mungkin selalu aktif di sesi-sesi pertemuan; berbagi insights dan/atau menyampaikan pendapat dan pertanyaan di forum besar, menjadi fasilitator di kelompok-kelompok workshop, dan delivering lebih dari yang diharapkan. Di pertemuan di Enghien-les-Bains tahun 2017, Bandung mempresentasikan DesignAction.bdg sebagai salah satu penerapan SDG terbaik pilihan UCCN, sehingga terbuka peluang untuk ngobrol, diskusi dengan banyak pihak. Waktu memandu salah satu sesi workshop di Krakow tahun 2018, Bandung menyerahkan laporannya sebagai fasilitator secara lengkap dan concise. Dengan cara-cara ini, Bandung tidak hanya didengar, tapi juga menjadi dikenal dan bahkan diingat, sehingga selalu dilibatkan dalam berbagai rencana UNESCO dan jejaringnya.
Manfaat 2: kita berpeluang mempromosikan kota kita di tingkat dunia, bukan hanya potensi kreativitasnya, namun juga kapasitas dan kompetensinya.
Begitu bergabung dalam kelompok subnetwork dan berkenalan dengan Kota-kota Desain lain, langsung terasa berbagai manfaat langsung terhadap disiplin/ilmu dan profesi desain khususnya, juga sub-sektor industri kreatif lain pada umumnya. Sebagai sesama anggota jejaring, kita bisa mendapatkan informasi terlebih dahulu mengenai kegiatan di tiap kota, seperti konferensi, workshop, pameran, kompetisi, festival dsb. Bahkan di banyak hal, sebagai sesama anggota jejaring, kita mendapatkan penawaran untuk berpartisipasi dengan gratis, atau difasilitasi untuk terlibat, diundang untuk kompetisi desain dengan lingkup terbatas, dan sebagainya. Kegiatan yang bersifat terbuka (tidak hanya bagi anggota UCCN) pun dapat segera didiseminasi, sehingga manfaatnya dapat juga menyentuh pelaku ekonomi kreatif di kota/kabupaten lain di Indonesia. Bahkan tidak eksklusif hanya untuk desain; di tahun 2017 Bandung menyelenggarakan festival film bersama Santos, Kota Film UCCN di Brazil.
Manfaat 3: kita berpeluang mempromosikan desain dan sub-sektor industri kreatif lain di tingkat dunia, melalui pameran, konferensi, workshop, kompetisi, festival, dsb.
Tentunya masih banyak lagi manfaat yang bisa diperoleh dari jejaring ini, termasuk juga sebagai pendorong sinergi antar Penta Helix stakeholders secara internal, yang terus berupaya memenuhi komitmen kota terhadap UCCN; menjadi motivasi terselenggaranya berbagai kegiatan desain dengan lebih terstruktur dan berkelanjutan; hingga memberikan ‘tekanan’ pada pemerintah agar menjaga komitmen dalam mempertimbangkan budaya dan kreativitas sebagai strategi pembangunan kota secara proporsional.
Dari pengalaman selama ini, tak terhitung benefit yang bisa kita dapatkan, asal kita juga jeli memanfaatkan segala peluang yang terbuka di depan mata, sambil juga selalu berinisiatif untuk mengambil peran dan berkontribusi secara aktif.
=====
Catatan Tambahan
Nah, sehubungan dengan MMR UCCN yang diserahkan Bandung di akhir tahun 2019 lalu; kebetulan tanggal 24 September kemarin, tepat sehari sebelum ulang tahun Bandung yang ke-201, UCCN mengirimkan hasil evaluasi MMR Bandung City of Design.
Di kolom simpulan akhir, laporan Bandung dinilai sebagai Very Good dan Excellent (entah yang mana seharusnya, karena yang disilang dua-duanya)! Wah, gembira!
Yang dinilai sebagai kinerja utama antara lain adalah komitmen kehadiran di pertemuan tahunan, dan kontribusi kota terhadap jejaring. Di point belakangan ini kelemahan Bandung, karena belum pernah menawarkan diri maupun berlaku sebagai host bagi pertemuan subnetwork atau acara yang melibatkan/mengundang kota-kota sesama anggota jejaring.
Point ini tidak mudah untuk dipenuhi bagi negara seperti Indonesia, yang secara geografis berjarak relatif cukup jauh dari kota-kota anggota lainnya, sehingga tidak terlalu menarik bagi yang hanya memiliki sedikit waktu untuk melakukan perjalanan, kecuali bila dikombinasikan dengan kegiatan lain di wilayah yang berdekatan. Selain itu, penyelenggaraan acara tingkat internasional membutuhkan komitmen dan sumber daya yang memadai, sehingga anggaran kota tidak akan mungkin dapat memenuhi keseluruhannnya, dan memerlukan anggaran dari provinsi dan pusat. Hal-hal lain pun menjadi pertimbangan, seperti kemudahan akses (bandara, jalan bebas hambatan, kereta, dll.), stabilitas keamanan dan politik, fasilitas dan amenities di dalam kota, dsb. Juga ada kebutuhan akan sebuah tim hospitality yang mumpuni, yang harus mampu menawarkan experience yang menyenangkan sejak para delegasi mengatur perjalanan dari kota masing-masing. Tanpa kolaborasi menyeluruh antara pemerintah, dan elemen Penta Helix lainnya, fungsi Bandung sebagai host pertemuan UCCN tidak akan tercapai.
Hal yang disarankan untuk laporan berikutnya adalah kaitan dengan SDG dari seluruh program yang dilaksanakan. Pada laporan ini tertera, namun belum terpetakan secara lengkap pada program-program yang disamapikan.
Komitmen Kota Bandung yang lain, yang tertulis dalam dossier namun belum terwujud (mis. adanya “taman kota bertema UCCN”), ternyata tidak terlalu berpengaruh pada penliaian, karena nyatanya Bandung mewujudkan lebih banyak inisiatif lain dengan dampak nyata. Laporan Bandung selengkapnya (penyusunannya dibantu oleh tim RupaDesain/ Bandung Design Archive) dapat diunduh di sini: https://en.unesco.org/creative-cities/sites/creative-cities/files/bandung_311219-report_uccn_2019_final-compresse.pdf
Laporan dari kota-kota UCCN lain dapat diunduh dari situs yang sama: https://en.unesco.org/creative-cities/content/reporting-monitoring
Terima kasih tak terhingga pada rekan-rekan pegiat Desain khususnya, dan pegiat seluruh ekspresi kreativitas dan budaya di Kota Bandung pada umumnya, yang senantiasa menjaga semangat, perjuangan, dan penerapan Desain dan Kreativitas sebagai disiplin ilmu, profesi, cara berpikir, strategi, dan banyak lagi!
Mari kita susun langkah dengan lebih strategis lagi, dengan dampak yang makin terukur, dan antisipasi bagi masa mendatang secara lebih jitu, dengan amunisi kreativitas yang senantiasa membentuk dinamika Kota Bandung.