Gotong Royong Kekinian

Kita semua sekarang sedang dalam berada kondisi luar biasa. Semua kegiatan sehari-hari terpaksa dilakukan di luar kebiasaan; tidak selalu semuanya berarti buruk, bahkan beberapa justru melatih untuk menjadi lebih baik. Hebohnya, perubahan ini berlaku di seluruh dunia, bagi segala kalangan, tanpa kecuali. Yang menjadi pembeda hanyalah cara-cara menanggapi dan menghadapinya, sesuai dengan konteks kebutuhan masing-masing. Berikut ini sedikit catatan sehubungan dengan pandemi COVID-19 di lingkungan yang terdekat dengan saya. 

 

PEC

Mengenai PEC ini (International Advisory Council for Creative Industries Policy and Evidence Centre UK), pernah saya tulis beberapa waktu lalu. Seharusnya tim PEC ini kumpul lagi awal Juni di Istanbul, Turki, tapi harus dibatalkan. Salah satu dari kami mengusulkan untuk bertemu lewat Zoom, untuk melanjutkan pembicaraan dan supaya tidak “terpisah terlalu lama”. Dengan segera waktu di-polling dan ditentukan, dan tibalah saatnya bertemu secara virtual. 

Screen Shot 2020-04-02 at 19.55.03

Pertemuan PEC

Menarik, mengetahui pengalaman masing-masing negara dan wilayah di belahan bumi lain, dengan fokus perhatian yang juga berbeda-beda. Jelas bahwa tidak ada satu pun negara yang siap dengan kondisi berdampak semasif dan semulti-dimensi ini, tapi setidaknya kita selalu dapat saling belajar dari pihak-pihak lain dalam hal upaya, pengalaman, dan kolaborasi.

Salah satu hal yang diangkat dari pertemuan PEC kali ini adalah fenomena tersedianya akses publik terhadap pertunjukan seni (musik, tari, teater, dll.) yang ditampilkan  secara daring tanpa dipungut biaya. Terdapat kekhawatiran bahwa hal ini akan cenderung membentuk pendapat umum bahwa “seni itu gratis”. Hal lain yang diangkat adalah tentang terpukulnya sektor pariwisata dan berbagai sub-sektor industri kreatif yang menyertainya, yang memang mengandalkan hadirnya kerumuman manusia sebagai sumber pendapatan. Kondisi yang beragam akan menuntut solusi yang berbeda-beda pula. Saya menyampaikan bahwa modal sosial (social capital) adalah yang selama ini memang mendominasi jenis tanggapan yang paling cepat dapat dirasakan manfaatnya; berupa inisiatif masyarakat dalam bentuk berbagai penggalangan dana dan aksi. Saya sampaikan juga program Indonesia Creative Cities Network (ICCN) terkait COVID-19, yaitu kompilasi inisiatif forum lintas komunitas para anggotanya di lebih dari 220 kabupaten/kota, berupa: (1) Komunikasi & edukasi seputar COVID-19, terutama hal-hal yang harus diperhatikan untuk menghadapinya, dalam konten visual dan verbal yang sesuai dengan budaya setempat; (2) Sumber-sumber daya lokal yang menjadi pijakan bagi berbagai gerakan; (3) Konten protokol untuk pemulihan kilat, terutama bagi industri lokal yang terdampak. Data yang diperoleh akan diolah menjadi masukan dan rekomendasi solusi bagi pemerintah sebagai ajuan resmi dari ICCN, agar kebijakan dapat ditetapkan berdasarkan kondisi nyata (evidence-based policy).          

Sebagai tindak lanjutnya, PEC kini sedang mengumpulkan berbagai inisiatif dan gerakan penanganan dampak epidemi COVID-19, terutama yang terkait dengan industri kreatif dan ekonomi kreatif, yang hasilnya diharapkan dapat berkontribusi bagi sektor tersebut secara global.    

 

Bandung dan Sekitarnya

Namanya juga Bandung, yang sarat kampus, kaum muda, dan komunitas, yang semuanya tidak pernah berdiam diri bila ada peluang solusi, terutama di masa krisis seperti sekarang ini. 

    • Design Ethnography Lab. Ini adalah lab baru di Program Studi Desain Produk, FSRD ITB, untuk penelitian desain berbasis entografi. Lab ini mempublikasikan cara membuat masker sendiri dengan bahan-bahan keseharian yang umumnya terdapat di rumah, dengan mengacu dari berbagai referensi. Sekarang, ada versi bahasa daerahnya juga!
    • Masih dari kampus. Desain Produk ITB punya mesin-mesin pencetak 3 dimensi (3D printers). Sebagian, yang memenuhi syarat, sekarang dikaryakan untuk mencetak komponen face shield dan thermometer. Untuk alat-alat medis yang lebih kompleks, seperti ventilator, dibutuhkan standar khusus dan tingkat kelayakan material yang teruji.     
    • Jurusan Fashion di Universitas Maranatha, baik dosen maupun mahasiswanya, menjahit masker kain (non-medis) untuk dibagikan gratis pada yang membutuhkan di sekitar Bandung dan Jawa Barat. Gerakan produksi masker kain ini banyak juga dilakukan oleh teman-teman baik pengusaha perorangan maupun yang bergabung dalam asosiasi semacam Indonesia Fashion Chamber. 
    • Aliansi Desainer Produk Industri Indonesia (ADPII) banyak membahas kontribusi profesi desain produk/industri di grup-grup WA dan media sosial, seperti produksi alat dan bilik desinfektan, face shield, fasilitas cuci tangan & sabun di ruang-ruang publik, dan sebagainya.
    • Torch, start up lokal untuk peralatan traveling dan outdoor, mengalihkan sebagian lini produksinya untuk membuat Alat Pelindung Diri (APD) reusable (!) untuk tenaga medis, dengan juga memperhatikan faktor-faktor keamanan (aman partikel virus) dan kenyamanan (breathable fabric, ukuran tidak menghalangi gerakan).

      619ea3ac-2f37-48f9-828c-725cd025d65f

      APD desain Torch

    • Arus Informasi Santri (AIS) Jawa Barat berkolaborasi dengan para desainer lokal (melalui Bandung Creative City Forum dan Forum Desain Bandung) untuk mengeluarkan materi informasi dan edukasi yang akrab dengan keseharian masyarakat Jawa Barat. Karena terminologi seperti social distancing, physical distancing, lockdown, dan sebangsanya itu sulit untuk langsung dimengerti; dengan sasaran warga yang masih sering bergerombol, bepergian, dan berniat mudik. 
    • YPBB menginisiasi gerakan untuk memberi bantuan pada pemulung dan tukang sampah yang rawan terpapar virus, karena setiap hari mereka harus menghadapi limbah disposable mask dari rumah-rumah tangga. Banyak lagi gerakan yang bersifat mendukung mereka yang harus bekerja di luar, yang membutuhkan fasilitas pengaman yang layak.    

 

Pertemuan Virtual

Terima kasih kepada teknologi informatika dan komunikasi masa kini, yang memungkinkan kita bertemu secara virtual melalui berbagai program. Yak, kalau termasuk sebagai kaum yang privileged, pasti dengan mudah punya akses ke gawai canggih, layanan internet, dan aliran listrik yang stabil. Kontak sosial terjadi lewat daring, dengan teman-teman yang biasanya jarang sekali bisa bertemu.

Screen Shot 2020-04-04 at 16.39.00

Ngumpul seangkatan SMA

  • Ngumpul daring dengan teman-teman seangkatan di SMA 6 Jakarta ini memang ajaib, karena meskipun caur banget, bobot kontennya nggak kalah dengan kantor berita kelas dunia. Beberapa hari lalu, ditetapkan para narsum yang semuanya canggih, teman-teman seangkatan juga, untuk bahas COVID-19 dan dampaknya. Benar-benar jadi makanan jiwa dan otak, sampai kenyang dan senang.
  • Sesi-sesi ngobrol daring jadi berhamburan di mana-mana. Sekali cek medsos dan grup WA, pasti keluar minimal 2-3 poster promo untuk sesi-sesi ini. Siapa pun jadi bisa belajar tentang apa pun, dan pasti berharap punya waktu cukup untuk menyimak semuanya, atau minimal berharap waktunya nggak bentrok dengan virtual meeting lainnya.          

 

Nah, inisiatif yang berikutnya ini yang paling seru: Lumbung Pangan Sekewood.

One thought on “Gotong Royong Kekinian

  1. Pingback: Lumbung Pangan Sekewood | o2 Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *