Ketika Budaya Silaturahmi Menjadi Budaya Limbah

Amanda Fauziah

BUDAYA LIMBAH

(sumber: poetrafoto.wordpress.com)

(sumber: poetrafoto.wordpress.com)

Indonesia sebagai negara Bhinneka Tunggal Ika telah melahirkan berbagai macam budaya yang berkembang secara meluas dalam masyarakat. Kemajemukan budaya ini secara tidak langsung menuntut masyarakat Indonesia untuk lebih peka dan toleransi terhadap sesama. Kebiasaan ini telah ditanamkan sejak kita masih anak-anak, mulai dari konsep gotong royong, sikap saling menghargai terhadap umat beragama, serta budaya silahturahmi. Tradisi ini sangat mudah diamati dalam berbagai macam acara hajatan yang dilangsungkan oleh masyarakat, seperti prosesi pernikahan, khitanan, syukuran kehamilan, aqiqahan, 40 hari meninggalnya seseorang, dan berbagai hajatan lainnya. Kegiatan hajatan merupakan acara yang sangat identik mengundang tamu secara massal dengan proses pemberian kartu undangan sebelum acara dilangsungkan. Hal ini telah menjadi sebuah tradisi yang berakar sangat kuat dalam masyarakat Indonesia. Walaupun terkadang telah disampaikan secara lisan, namun kurang lengkap dan “kurang bergengsi” rasanya jika tidak dilengkapi dengan kartu undangan.

(sumber: kopipakegula.wordpress.com)

(sumber: kopipakegula.wordpress.com)

Di balik suburnya tradisi ini, sebenarnya bangsa kita telah membentuk suatu budaya baru, yakni budaya limbah. Mengapa limbah? Karena setelah dibaca kartu undangan ini sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi untuk kegunaan lainnya, sehingga dapat dipastikan bahwa kartu undangan ini akan berakhir di tempat sampah. Dari setiap acara hajatan yang dilangsungkan paling sedikit kiranya terdapat 100 undangan yang disebarkan. Ini berarti dari setiap hajatan telah dihasilkan limbah kertas sebanyak kartu undangan yang disebarkan pada tamu-tamu tersebut. Di samping itu, setiap orang dari sejak di kandungan, lahir, hingga kematiannya menggelar sedikitnya enam hingga delapan acara hajatan. Belum lagi jika keluarga penyelenggara adalah keluarga yang berada dan terpandang. Tentunya angka 100 undangan tersebut tidaklah berlaku lagi. Hitungan berikutnya mungkin sudah mulai memasuki kelipatan ribuan. Bayangkan saja, selama masa hidupnya seseorang telah menghabiskan berapa ribu limbah kertas dari sekedar sebuah hajatan? Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan bakal meledak hingga mencapai angka 300 juta jiwa pada 2015 (Tempo.co). Maka jika satu orang saja telah menghabiskan enam hingga delapan ribu kertas selama masa hidupnya, bagaimana dengan 299 juta jiwa penduduk Indonesia lainnya?

Perlu diketahui bahwa limbah kertas memiliki dampak yang luar biasa buruk terhadap lingkungan. Berikut ini akan dijelaskan beberapa dampak lingkungan akibat penggunaan kertas kita tiap tahun, dikutip dari http://green.kompasiana.com.

  1. Penebangan hutan yang berlebih; jelas ini dampak yang paling bisa dirasakan akibat pabrik kertas, karena kebanyakan di Indonesia pabrik kertas masih menggunakan bahan baku kayu. Padahal sekarang ini keberadaan pohon sangat dibutuhkan untuk mengurangi dampak dari pemanasan global.
  2. Pencemaran air; dalam proses pembuatan kertas dibutuhkan jumlah air yang sangat banyak dan setelah proses tersebut air itu akan dibuang. Limbah cair inilah yang memiliki dampak berbahaya bagi lingkungan sekitar pabrik, meskipun pada beberapa pabrik sudah memberikan treatment khusus agar pada saat dibuang sudah tidak mengandung bahan berbahaya lagi, namun kesalahan prosedur masih mungkin terjadi. Dan jika limbah langsung dibuang ke sungai maka akan membahayakan masyarakat di sekitar sungai.
  3. Industri kertas menggunakan air dalam jumlah yang sangat besar; hal ini dapat mengancam keseimbangan air pada lingkungan sekitarnya karena akan mengurangi jumlah air yang diperlukan makhluk hidup di perairan sungai dan dapat mengubah suhu air. Limbah pabrik kertas dapat menyebabkan kelainan reproduktif pada plankton dan invertebrata yang menjadi makanan ikan serta kerang-kerangan.
  4. Sludge pabrik kertas yang dibuang ke kali menimbulkan pendangkalan sungai dan membunuh tumbuhan air di tepi sungai karena tumbuhan tersebut tertutupi oleh lapisan bubur kertas. Limbah sludge tersebut mestinya tidak dibuang ke sungai bersama air limbah tetapi diendapkan dan dikeringkan untuk kemudian dibuang secara sanitary land fill atau dibakar agar tidak mencemari tanah, air dan udara.

Ditambah lagi, biasanya undangan selalu dilindungi dengan sampul plastik pada bagian luarnya. Sehingga selain limbah kertas, pada setiap hajatan juga dihasilkan limbah plastik yang tidak kalah jumlahnya. Bungkus plastik dari undangan ini juga berkontribusi terhadap timbulnya masalah lingkungan, di mana bahan ini membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat diuraikan secara sempurna oleh bumi. Perlu adanya kesadaran masyarakat terhadap fenomena ini. Tidak membanggakan rasanya jika budaya dan tradisi yang telah menjadi ideologi bangsa Indonesia ini kemudian berkembang menjadi budaya limbah.

DESAIN BERKELANJUTAN

(sumber: bisnisukm.com)

(sumber: bisnisukm.com)

Fenomena ini mungkin cukup sederhana dan seringkali luput dari perhatian. Tetapi budaya limbah ini perlu diperhatikan secara serius karena dampaknya yang sangat besar bagi keberlanjutan lingkungan. Diperlukan sebuah desain berkelanjutan untuk mengatasi masalah ini. Desain berkelanjutan dapat dipahami sebagai desain untuk mengatasi kondisi-kondisi yang terjadi dewasa ini terkait dengan krisis lingkungan global, pertumbuhan pesat kegiatan ekonomi dan populasi manusia, depresi sumber daya alam, kerusakan ekosistem dan hilangnya keanekaragaman hayati manusia (Priyoga, 2010). Dalam hal ini, menggunakan sumber daya alam terbarukan adalah salah satu solusi yang dapat dikembangkan. Seperti misalnya menggunakan bahan-bahan alami dari alam atau bahan-bahan daur ulang sebagai material utama kartu undangan. Jika pun akan menggunakan limbah kertas maka diusahakan menggunakan 100% limbah kertas asli/serat papan bersertifikat National Association of Paper Merchants.

(sumber: arangbambo.wordpress.com)

(sumber: arangbambo.blogspot.com)

Tentunya gerakan ini akan memberikan kontribusi positif terhadap pemanfaatan limbah dan keberlanjutan lingkungan, sebab semakin besar acara hajatan yang berlangsung, semakin banyak para tamu yang diundang, maka semakin banyak pula kartu undangan yang dibutuhkan. Dampak dari hal ini adalah limbah yang didaur pun akan semakin banyak sehingga pada akhirnya lingkungan pun menjadi semakin sehat. Bahkan ketika kartu undangan versi “alam” ini menjadi limbah tidak akan menimbulkan masalah bagi lingkungan karena akan lebih cepat dan lebih mudah terurai. Selain alternatif material, dapat juga disiasati dengan desain kemasan kartu undangan yang multifungsi. Sehingga setelah pesan penyelanggara hajatan tersampaikan, kartu undangan tersebut masih dapat dimanfaatkan kembali dengan fungsi yang berbeda. Walaupun konsep-konsep tersebut di atas masih tidak lazim dilakukan oleh masyarakat, kita bisa memulainya dari diri kita atau keluarga sendiri. Bukankah memulai sesuatu yang baru akan menjadi pembeda acara hajatan kita dengan acara hajatan pada umumnya? Bahkan acara hajatan yang dilangsungkan dapat lebih menarik bagi orang kebanyakan karena konsep kartu undangannya yang unik. Untuk itu mari bersama-sama kita berantas budaya limbah di Indonesia dan selamatkan bumi kita bersama!

 

REFERENSI

Priyoga, I. (2010). Desain Berkelanjutan (Sustainable Design). Dinamika Sains, 8(16).

Yuliastuti, D. (2011). 2015, Jumlah Penduduk Indonesia Bisa Mencapai 300 Juta. Diambil dari http://www.tempo.co/read/news/2011/09/27/060358499/2015-Jumlah-Penduduk-Indonesia-Bisa-Mencapai-300-Juta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *