‘Konsumen Pintar’ Bersahabat dengan Alam
Aninda Purnamashari | 27111002
Pernahkah anda menghitung berapa produk yang anda beli setiap harinya? Dan, pernahkah terlintas di benak anda, bagaimana produk-produk itu diproduksi dan efeknya terhadap lingkungan?
Pertanyaan tersebut sebenarnya ingin menyadarkan anda terhadap kenyataan yang saat ini terjadi di bumi kita. Gaya hidup konsumtif masyarakat modern memacu kegiatan produksi massal tanpa memperhatikan efek buruk yang akan mempengaruhi masa depan generasi selanjutnya. Bumi kita yang sudah semakin tua dan rapuh, secara terus menerus disedot kekayaannya tanpa berpikir panjang tentang keberlanjutannya. Dan semakin dirusak dengan limbah-limbah hasil proses produksi. Dampak nyata yang ada di depan mata adalah perubahan cuaca drastis yang dapat kita rasakan sehari-hari.
Hal ini sudah menjadi kegelisahan para insan yang aktif dalam lembaga sosial pecinta lingkungan di seluruh penjuru dunia. Berbagai kampanye cinta lingkungan digalakan sebagai reaksi nyata terhadap permasalahan yang ada. Masyarakat dikenalkan kembali dengan gaya hidup natural yang dekat dengan alamnya. Inovasi para desainer sebagai bukti untuk menanggapi permasalahan ini pun satu persatu mulai bermunculan.
Sebagai manusia modern yang memiliki pemikiran terbuka, tentunya hal ini dapat menggugah kita untuk mengubah pola gaya hidup konsumtif dan menjadi ‘konsumen pintar’ yang dapat memilih dan memilah produk-produk yang memberikan dampak paling minim bagi lingkungan. Belum tahu harus memulai dari apa? Bisa kita mulai dari produk yang digunakan sehari-hari. Karena produk sehari-hari ini yang secara kontinu digunakan dan secara kontinu pula akan diproduksi sesuai kebutuhan konsumennya.
Wanita diketahui cenderung lebih konsumtif daripada pria untuk produk yang dipakai sehari-hari. Apabila ditelusuri lagi, kebutuhan wanita memang lebih banyak, mulai dari kosmetik, pakaian, tas, sepatu, dan lain-lain. Sebagai contoh, untuk kosmetik dan perawatan tubuh saja wanita membutuhkan setidaknya sepuluh jenis produk. Untuk muka, kulit, kuku, rambut, dan masih banyak lagi. Apabila wanita-wanita di seluruh dunia ini menjadi ‘konsumen pintar’ yang sadar lingkungan, tentunya mereka akan memilih produk kecantikan yang ramah lingkungan. Sudah diketahui oleh khalayak umum bahwa produk kecantikan yang banyak dijual mengandung bahan-bahan kimia yang dalam proses produksinya merusak lingkungan dengan limbah-limbah beracun dan memiliki dampak yang buruk pada diri sendiri dalam jangka waktu yang panjang.
Menilik kembali ke masa lalu, nenek buyut kita melakukan perawatan diri yang didapat langsung dari alam. Menggunakan bahan-bahan organik yang terbukti ampuh dan memberikan efek yang baik bagi diri sendiri maupun lingkungannya. Hal ini sudah disadari oleh Anita Roddick, yang pada tahun 1976 dengan membuat toko kosmetik alami yang hingga saat ini dikenal dengan The Body Shop. Menyadur dari berbagai ramuan tradisional yang beliau cari di beberapa negara, Anita membuat produk kosmetiknya dengan bahan-bahan alami.
Merespon berbagai permasalahan lingkungan yang mulai bermunculan, The Body Shop meluncurkan inovasi produk kosmetik yang beretika. Mulai dari proses produksi hingga kemasan yang dapat didaur ulang ketika sudah tidak dipakai lagi. Salah satu inovasi The Body Shop yang paling akhir adalah seri ‘Eco Conscious products’, yaitu produk sabun dan shampo yang meminimalisir dampak yang buruk terhadap lingkungan dan kemasannya terbuat dari plastik yang 100% dapat didaur ulang. Bahan yang digunakan pada produk ini tidak beracun bagi organisme yang hidup di dalam air. Penggunaan kemasan yang 100% dapat didaur ulang ini menjadi salah satu tujuan utama yang saat ini sedang digerakkan oleh pihak The Body Shop terhadap seluruh produknya.
Berbagai kampanye lingkungan dilakukan oleh perusahaan ini untuk mengajak para ‘konsumen pintar’ berkontribusi di dalamnya dan membuat bumi ini menjadi tempat yang lebih baik untuk ditinggali. Toko The Body Shop merepresentasikan konsep natural dan memberi edukasi kepada konsumennya terhadap masalah lingkungan yang sedang dikampanyekan. Informasi yang disampaikan diharapkan dapat memberikan kesadaran terhadap permasalahan lingkungan yang semakin marak dibicarakan akhir-akhir ini.
Sebagai negara yang berada di garis khatulistiwa dengan segala kekayaan alamnya, Indonesia tentunya memiliki keuntungan lebih. Kita memiliki berbagai hasil bumi yang dibutuhkan di seluruh dunia yang hanya tumbuh di daerah tropis. Nenek moyang kita sendiri memberikan warisan yang sangat banyak untuk diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari seperti jamu, obat-obatan tradisional sebagai obat herbal yang lebih sehat dibandingkan obat-obatan kimia.
Para insan muda dari Institut Pertanian Bogor telah menghasilkan berbagai inovasi yang mengembangkan hasil bumi dari tanah air kita sendiri. Hasil inovasi mereka dinaungi oleh kampusnya, dan dijual umum kepada masyarakat serta mudah diakses. Usaha ini dinamakan Serambi Botani. Hampir sama dengan The Body Shop, Serambi Botani juga memiliki konsep ‘kembali ke alam’. Menyajikan produk-produk yang seratus persen berasal dari alam dan turut menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Hasil inovasi yang dikemas dengan cukup baik ini pun dapat dipertanggungjawabkan. Produk-produk seperti ini tentunya dapat menjadi salah satu alternatif bagi para ‘konsumen pintar’ yang sadar lingkungan dan peduli terhadap kesehatan serta turut menggalakkan cinta produk dalam negri.
Tidak hanya perlengkapan kosmetik dan perawatan tubuh, Serambi Botani juga menawarkan produk alami lainnya antara lain madu, obat herbal, aneka olahan makanan yang menggunakan bahan baku lokal, bahan pangan, dan lain-lain. Dengan kemasan sederhana tapi efektif, serta menggunakan bahan-bahan alami, produk-produk dari Serambi Botani turut menyumbangkan eksistensinya sebagai produk harian yang ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan. Selain komitmennya sebagai produk yang alami dan sehat, Serambi Botani turut mensejahterakan para petaninya sebagai produsen utama dengan pembagian keuntungan yang adil antara produsen dan pihak pengelola.
Tidak sedikit produk-produk baru yang mencanangkan konsep serupa, dan sebagai ‘konsumen pintar’ harus bisa menentukan yang mana produk yang benar-benar memiliki komitmen terhadap lingkungan dan yang hanya memakai slogan ‘alami’ padahal tidak benar-benar berkomitmen dengan baik. Misalnya, ada produk yang secara proses memang alami dan tidak menggunakan bahan kimia, tapi sayangnya tidak didukung dengan kemasan yang baik. Sehingga ketika produk itu sudah selesai digunakan, kemasan bekas produk tersebutlah yang akhirnya merusak lingkungan kita. Atau contoh lain adalah slogan tersebut hanyalah embel-embel agar penjualan meningkat padahal secara proses produksi hingga akhirnya produk itu tidak terpakai, sama sekali tidak memberikan efek yang baik bagi tubuh kita maupun bagi lingkungan.
Memang tidak mudah melakukan perubahan pola gaya hidup seperti ini. Masih banyak yang dapat kita perbuat untuk melindungi lingkungan alam ini. Namun perlahan tapi pasti. Bumi kita sudah menunggu untuk kita mulai bergerak dan melakukan bukti nyata bahwa kita membutuhkan bumi yang sehat untuk generasi selanjutnya. Jadilah ‘konsumen pintar’ yang teliti memilih produk yang baik. Maka, mari bersahabat dengan alam, maka alam akan bersahabat dengan kita.