Hari Senin tgl 29 Maret 2010 lalu, berlangsung sesi presentasi para finalis Kompetisi Green Technology dalam rangkaian acara Envirovolution yang diadakan oleh U-Green ITB (sebuah unit mahasiswa yang aktif di bidang ekologi/lingkungan). Terdapat 10 finalis dari berbagai perguruan tinggi: ITB, IPB, Universitas Brawijaya, UGM, dsb. Saya berlaku sebagai juri, bersama dengan Pak Nyoman (SITH) dan Pak Fauzi (FTMD), di basement Campus Center Timur, sejak pk.08:30 hingga 14:00, mendengarkan presentasi para finalis dan mengajukan pertanyaan.
Hasil teknologi ‘hijau’ yang ditampilkan sangat beragam, seluruhnya memberdayakan potensi lokal, meskipun sebagian masih berkutat di sisi hulu. Meskipun merupakan salah satu syarat, tidak semua finalis membawa prototype untuk diperagakan; sebagian tim membawa hasil eksperimen yang belum tuntas karena kendala waktu dan sebagainya. Yah, ini kompetisi, jadi tentu saja yang mendapat nilai lebih adalah mereka yang lebih siap. Catatan saya secara keseluruhan (tidak dimasukkan ke dalam form penilaian, karena mungkin tidak relevan): produk-produk teknologi hasil penelitian ini belum siap benar diterapkan di masyarakat atau dipasarkan secara meluas, karena masih banyak aspek-aspek usability yang belum tergarap tuntas. Contohnya, sebuah produk pengolahan sampah organik skala rumah tangga (pengompos sekaligus pencacah): prinsip mekaniknya jelas dan alat dapat berfungsi (meskipun memerlukan perbaikan detail), tapi masih dapat hal-hal yang bisa diolah supaya alat ini dapat dipakai dengan baik dalam sebuah rumah. Seorang anak kecil, ketika membuang sampahnya, harus memasukkan tangannya pada sebuah corong – padahal corong tersebut mengarah ke pisau pencacah. Bagaimana jiga si anak memasukkan tangannya terlalu jauh? Seseorang, ketika hendak mencacah, harus mengengkol sebuah tuas di sisi alat. Bagaimana posisi orang tersebut: membungkuk, berjongkok? Tuas itu sendiri sangat seadanya, sehingga dari melihat bentuknya saja orang tidak dapat mengetahui arah putar yang benar. Ketika kompos sudah jadi, cara mengambilnya adalah membuka lubang di bawah alat. Tapi harus ‘ditumpahkan’ ke mana, dan bagaimana mewadahinya dengan dasar serupa itu?
Nah- hal-hal ini lah yang seharusnya jadi perhatian para desainer (produk). Teknologi tepat guna sebenarnya sudah banyak dikembangkan teman-teman dari berbagai bidang ilmu, dan adalah peran kita untuk dapat mewujudkannya menjadi sebuah produk yang dapat diterapkan secara optimal di masyarakat.
Dua foto yang saya tampilkan ini, adalah hasil teknologi yang prototype-nya paling terlihat siap dikembangkan produknya dan dibisniskan. Yang pertama, nata dari jerami nangka (sulur-suluran di sekitar daging buah nangka yang biasanya dibuang), sebagai alternatif kudapan berserat tinggi. Kemasan dan branding-nya jelas harus diolah lagi agar produk tersebut menjadi lebih representatif. Satu lagi adalah kertas daur ulang yang berbau wangi, karena dicampur dengan limbah shampoo saat pembuatannya. Wanginya bertahan berapa lama? Menurut tim pembuatnya, kertas-kertas ini dicetak sekitar 6 bulan lalu, dan hingga sekarang masih menguarkan bau sabun dengan kuat. Bayangkan bila dicetak menjadi bentuk2 lain dan diperkuat strukturnya sehingga dapat berfungsi menjadi gantungan baju, pasti kita tidak perlu lagi melemparkan pewangi ke dalam lemari baju. Masih banyak lagi hasil-hasil yang sangat menantang untuk dibuatkan product development dan business plan-nya, semoga berlanjut!
Hari ini, Selasa 30 Maret 2010, akan dilakukan penjurian terakhir untuk menentukan para pemenangnya (saya sendiri belum tahu, tim mana yang memperoleh nilai tertinggi dari hasil penjurian kemarin). More news, coming up after the winners announcement! 🙂
Wah, keren… Go green, maju terusss!
Pingback: Envirovolution: Pemenang Kompetisi Green Technology « o2 Indonesia