Awal tahun 2020 ini, setelah melalui proses seleksi ketat, serta berbekal rekomendasi dari Nicolas Buchoud, salah satu anggota kehormatan Indonesia Creative Cities Network (ICCN), ICCN memulai prosesnya sebagai knowledge partner bagi U20 dalam merumuskan rekomendasi kebijakan bagi para pemimpin G20. Di tahap awal, seluruh kota dan lembaga yang terlibat diminta untuk mengajukan concept note berdasarkan tema yang terdapat pada 3 (tiga) Gugus Tugas yang dibentuk oleh U20. ICCN, yang menjalankan organisasinya dengan merujuk pada 10 Prinsip Kota Kreatif dan memilki Catha Ekadaksa atau 11 Jurus Penerapan 10 Prinsip tersebut, mengajukan concept note yang terfokus pada ekonomi kreatif, sebagai sektor yang berpotensi untuk menyediakan lapangan kerja secara inklusif, termasuk bagi kaum muda yang terampil memanfaatkan teknologi terbaru, sekaligus berpeluang besar sebagai strategi untuk memperoleh solusi inovatif bagi berbagai permasalahan/isu urban dalam menjawab tantangan pembangunan berkelanjutan.
Concept paper tersebut membawa ICCN menjadi bagian dalam Gugus Tugas 2 (dari 3 Gugus Tugas U20) yang bertema Inclusive Prosperous Communities. Tiap kota dan lembaga knowledge partner kemudian menyusun white paper yang memuat studi dan analisa tentang masing-masing tema yang diajukan dan telah disetujui, sebagai dasar rekomendasi kebijakan yang dipaparkan sebagai simpulan. Dalam Gugus Tugas 2 ini, ICCN berperan sebagai penulis utama untuk rekomendasi kebijakan bertema Inclusive Creative Economy and The Future of Work, didampingi oleh Izmir (kota pengampu Gugus Tugas 2) dan Riyadh (kota tuan rumah markas U20), juga oleh G20 engagement groups W20 (Perempuan) dan Y20 (Kepemudaan).
Tim penulis ICCN terdiri dari Dwinita Larasati Deputi Kemitraan Strategis ICCN, Islaminur Pempasa Plt. Deputi Riset, Edukasi dan Pengembangan ICCN, Deny Willy Junaidy Sekretaris Pengabdian Masyarakat LPPM ITB, juga Direktur Riset ICCN, dan Yogi Suprayogi Direktur Kelembagaan dan Kebijakan Publik di Kedeputian Hukum, Advokasi/Regulasi dan HKI ICCN. Dalam menyusun white paper dan rekomendasi kebijakan ini, tim penulis ICCN juga mendapat masukan dari beberapa kontributor, antara lain Marisa Henderson (Chief of Creative Economy Programme, UNCTAD), Zayd Minty (Director of Creative City South, Johannesburg), John Newbigin (Ambassador for the creative industries, at Mayor of London, UK), dan Ilya Myasnikov (Dean, Faculty of Journalism, Higher School of Journalism, National Research Tomsk State University, Russia).
Secara bertahap, tim ICCN bekerja sesuai dengan tenggat-tenggat yang ditentukan oleh U20, mulai dari concept note, dilanjutkan dengan white paper dengan beberapa tahapan revisinya, hingga tersusun sebuah policy brief sebagai pijakan perumusan draft rekomendasi kebijakan, yang kemudian juga mendapatkan masukan dari U20, serta W20 dan Y20 sebagai engagement groups yang menambahkan konten terkait hal-hal perempuan dan kepemudaan.
Setelah melalui seluruh proses, dokumen rekomendasi kebijakan dari U20 pun resmi diserahkan kepada communique G20 dalam acara puncak U20 Mayors Summit yang berlangsung pada tanggal 30 September hingga 2 Oktober 2020 lalu. Karena kondisi saat ini yang hanya memungkinkan penyelenggaraan acara secara daring, serah-terima dilakukan secara virtual, dengan memindai barcode yang memuat dokumen Gugus Tugas U20 yang ditampilkan di layar platform video conference.
Apa artinya ini untuk para pelaku ekonomi kreatif di Indonesia? Usulan kebijakan dari ICCN mengenai ekonomi kreatif, bersama dengan rekomendasi lain dari seluruh Gugus Tugas U20, akan tiba di tangan para pemimpin G20 dan menjadi pertimbangan bagi para pemimpin tersebut dalam menentukan arah kebijakan demi menjawab tantangan pembangunan berkelanjutan. Hal ini menjadi peluang penting, mengingat bahwa Indonesia akan berperan besar sebagai Ketua G20 sekaligus Ketua ASEAN mulai tahun 2023, dengan momentum terselenggaranya Konferensi Tingkat Tinggi G20 dan ASEAN Summit di Labuan Bajo.
Momentum lain adalah disahkannya tahun 2021 oleh Sidang Umum PBB pada akhir 2019 lalu sebagai Tahun Ekonomi Kreatif untuk Pembangunan Berkelanjutan (The International Year of Creative Economy for Sustainable Development/IYCE), yang diusulkan oleh Indonesia dan didukung oleh 85 negara yang juga berkomitmen untuk mengaktivasi sektor ekonomi kreatif. Sebagai inisiator, Indonesia akan menjadi perhatian banyak pihak dalam hal ini. Tak ada waktu yang lebih tepat untuk mempromosikan potensi ekonomi kreatif kita ke dunia dalam waktu dekat ini. Masih dalam rangka IYCE, World Conference on Creative Economy (WCCE) yang juga digagas oleh Indonesia dan diselenggarakan untuk pertama kalinya di Bali akhir 2018 lalu, akan kembali digelar pada tanggal 24-30 Mei 2021 di Bali, dengan tema Inclusively Creative: Global Recovery.
Sebagai jejaring komunitas kreatif, yang terdiri dari para penggerak dan penentu arah dinamika kota/kabupaten, yang telah membuktikan dampak nyata dan berkelanjutan yang muncul dari inisiatif bottom-up, ICCN dan seluruh komunitas/pelaku ekraf di Indonesia harus dapat memanfaatkan semua momentum ini.
Untuk bersiap menyambut seluruh momentum tersebut, Inclusive Creative Economy and The Future of Work memaparkan berbagai peluang dan tantangan dengan bercermin pada ragam kondisi yang terjadi saat ini, serta berbagai upaya sektor ekonomi kreatif dalam menjawab tantangan terkini. Diskusi ini juga memasukkan pertimbangan terhadap kebijakan, konsep, dan strategi yang telah dikembangkan dan dijalankan oleh berbagai lembaga dunia, dengan antisipasi agar tetap berdampak positif bagi para pelakunya hingga di tingkat lokal secara nyata dan berkelanjutan.
Pembangunan yang berorientasi pada manusia menjadi pusat bahasan dari perspektif tema dokumen ini, yang juga mempertimbangkan tahapan pemulihan akibat dampak pandemi Covid-19, dengan tetap mengarahkan upaya untuk menjawab tantangan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Dipaparkan juga mengenai peran dan saling keterkaitan antara para stakeholders A (akademia), G (pemerintah), B & F (sektor bisnis dan lembaga finansial) dalam mendukung pengembangan C (komunitas/ manusia/ SDM). Dalam perjalanan hidupnya, manusia akan selalu menghadapi perkembangan teknologi, sehingga diperlukan empati dan sikap yang tepat serta keterampilan yang memadai dalam memanfaatkannya untuk kesejahteraan bersama, secara tangguh dan berkelanjutan. Dalam hal ini, ekonomi kreatif muncul sebagai sektor yang paling berpotensi untuk membuka lapangan kerja, sekaligus menyediakan ruang-ruang ekspresi secara inklusif. Sektor ini menjadi yang paling fasih dalam menciptakan pekerjaan di masa mendatang, yang mungkin belum ada sekarang ini. Seperti halnya banyak pekerjaan ‘baru’ masa kini, yang tidak terpikirkan oleh kita di 5-10 tahun sebelumnya, yang sebagian besar mengandalkan. akses dan infrastruktur teknologi termutakhir. Di sinilah terdapat tantangan untuk memperlakukan teknologi sebagai penghubung, dan bukan sebagai hal yang memperlebar kesenjangan, dalam segala aspek kehidupan.
Sebagai simpulan, dinyatakan bahwa para pelaku ekonomi kreatif memiliki tiga karakteristik utama yang menjadi keunggulan mereka, yang menjadikan mereka lebih siap dalam menghadapi tantangan masa depan, yaitu: (1) Keterampilan kognitif yang tinggi, yang mendorong mereka untuk terus menerus mencari orisinalitas serta gagasan bisnis yang baru, untuk memperkuat/memperkaya cara-cara yang selama ini dilakukan, agar dapat menjadi lebih berorientasi pada pengalaman personal, dan dengan narasi yang unik; (2) Pemahaman terhadap teknologi, kelincahan dalam menggabungkan atau menguasai teknologi termutakhir, yang tidak dapat dihindari dalam menciptakan produk (barang & jasa) industri kreatif; (3) Karakter komunitas kreatif, yaitu kemampuan interpersonal dalam ekosistem ekonomi kreatif, di mana individu dan komunitas melebur untuk mendefinisikan ulang konsep terkait “profesi” menjadi “peran” dan “fungsi” dengan tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi dalam menjalankan pekerjaan, menciptakan mata pencaharian, kini dan masa depan. Sementara, hingga kini, diketahui bahwa tantangan terbesar bagi perluasan implementasi dan dampak positif dari ekonomi kreatif adalah dukungan sistemik yang memadai, dalam bentuk kebijakan & regulasi pada tingkat kota, berbasis data dan bukti dari wilayah tersebut.
White paper “Inclusive Creative Economy and The Future of Work” selengkapnya dapat diunduh di sini: https://www.urban20riyadh.org/sites/default/files/2020-09/UpskillingForTheFutureOfWork.pdf
Seluruh white paper dari Gugus Tugas U20 dapat diakses di sini: https://www.urban20riyadh.org/
=====
U20 dibentuk pada tahun 2017 saat berlangsungnya One Planet Summit di Paris, atas inisiatif Wali Kota Buenos Aires, Horacio Rodriguez, dan Wali Kota Paris, Anne Hidalgo. Tujuan U20 adalah: (1) Mengangkat isu-isu urban dalam agenda G20, dan (2) Sebagai platform bagi para pemerintah daerah untuk tampil dan bersatu menyuarakan aksi iklim global dan pembangunan berkelanjutan pada para pemimpin pusat. U20 menyelenggarakan pertemuan pertamanya di Buenos Aires, 2018, kemudian di Tokyo, 2019, dan yang baru lalu di Riyadh, 2020. U20 kini berangggotakan 27 kota, dengan total jumlah populasi sebesar 230 juta jiwa (2019).
Pingback: 2021, Jangan Sampai Lepas! – Tita Larasati