2021, Jangan Sampai Lepas!

Dalam Sesi ke-74 General Assembly tanggal 29 November 2019, PBB mendeklarasikan 2021 sebagai Tahun Internasional Ekonomi Kreatif untuk Pembangunan Berkelanjutan/ The International Year of Creative Economy for Sustainable Development (IYCE), yang diajukan oleh Indonesia dan didukung oleh puluhan negara dari berbagai belahan dunia. Ajuan ini “mengakui perlunya mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, mendorong inovasi dan menyediakan peluang, manfaat dan pemberdayaan bagi semua, dan menghargai hak azasi manusia dan upaya yang sedang berlangsung untuk mendukung negara-negara sedang berkembang dan negara-negara yang sedang mengalami masa transisi ekonomi dalam membuat keragaman produksi dan ekspor, termasuk dalam wilayah pertumbuhan berkelanjutan yang baru, termasuk industri kreatif”.

Tentu saja, saat pencanangan 2021 IYCE tersebut, tidak ada yang menyangka adanya pandemi yang mendominasi tahun 2020, yang menyita seluruh energi dan mengubah total kondisi dunia. Masa genting untuk bertahan hidup, menetapkan relevansi langkah berikutnya dalam segala keterbatasan ruang gerak dan interaksi, sambil terus bereksperimen dengan gaya hidup baru. Masa adaptasi ini tidak mudah bagi siapa pun, tapi kehidupan berjalan terus.

Bagaimana kabar sektor ekonomi kreatif selama krisis berlangsung, dan bagaimana posisi sektor ekraf di masa mendatang, terutama dalam menjawab tantangan Pembangunan Berkelanjutan?

Inisiatif Komunitas = Modal Dasar Kemandirian

Di awal masa pandemi, Indonesia Creative Cities Network (ICCN) menjalankan program Aksi Bersama Bantu Sesama (ABBS) dengan 5 satgasnya yang masing-masing cepat tanggap menangani berbagai urgensi. Terutama saat pendataan dan tindakan langsung dari pemerintah (pusat) belum terkoordinasi penuh. Sejalan dengan waktu dan perkembangan yang terjadi, ABBS menyesuaikan kegiatannya dan berkolaborasi dengan berbagai pihak. ABBS berlanjut sebagai program yang berupaya menggerakkan aktivitas ekonomi komunitas dan warga, berbasis potensi kreativitas dan kekayaan budaya. Nilai-nilai solidaritas, empati, inklusivitas, gotong royong, dan semua yang dibutuhkan dalam masa krisis ini, telah tertuang dalam 10 Prinsip Ko/Kab Kreatif ICCN yang telah menjadi komitmen para anggotanya, sehingga konteks “komunitas kreatif”, “ekonomi kreatif” dan “kota/kabupaten kreatif” pun telah menjadi modal dasar kemandirian – dan tengah diuji ketangguhannya – dalam menghadapi (krisis) masa mendatang.

Inclusive Creative Economy and The Future of Work

ICCN menjadi knowledge partner bagi U20 (Urban 20/ kelompok wali kota di negara-negara G20) dalam menyusun white paper dan policy recommendations berjudul Inclusive Creative Economy and The Future of Work. Argumen utama white paper ini adalah bahwa ekonomi kreatif merupakan sektor yang paling membuka peluang bagi penyediaan lapangan kerja secara inklusif di masa mendatang, bagi perempuan, generasi muda, kaum difabel, dan sebagainya, dengan memanfaatkan TI. Hal ini didukung dengan 3 karakteristik utama para pelaku ekraf, yaitu: selalu ingin mencari keunggulan melalui inovasi, cepat menyerap teknologi untuk memperlancar proses dan sistem yang telah berjalan, serta – khususnya bagi yang berkomunitas – cenderung melihat perannya untuk sebuah tujuan/purpose, bukan sekedar mengandalkan jabatannya. 

Andaikan rekomendasi kebijakan ini diterima oleh negara-negara G20, Indonesia termasuk yang harus paling siap dalam membuktikan kontribusi sektor ekraf bagi strategi pembangunan berkelanjutan. Lebih mendetail tentang white paper ini bisa dibaca di tulisan sebelumnya: https://titalarasati.com/inclusive-creative-economy-and-the-future-of-work/

Satu hal lagi. Berhubung Indonesia akan menjadi tuan rumah G20 Summit di Labuan Bajo tahun 2022, sektor ekonomi kreatif tidak boleh tertinggal untuk menjadi salah satu agenda yang dibahas. Terutama karena terminologi seperti circular economy dan informal economy yang selama ini menjadi bagian dominan dari ekosistem ekraf. akan makin menguat di masa mendatang, atau pasca pandemi, terutama bagi negara-negara global south

Indeks Kota/Kabupaten Kreatif (IKK) 

Ekraf bukan hanya mencakup komersialisasi dan transaksi barang/jasa kreatif; lebih dari itu, ekraf mencakup keseluruhan ekosistem, yang dapat terpetakan dalam lingkup perkotaan. Wilayah kota menjadi perhatian, karena dianggap sebagai entitas yang paling tangkas dan lentur dalam menghadapi permasalahan mendatang, seperti perubahan iklim dan perpindahan manusia dalam jumlah masif. Demikian pula ekosistem ekraf, pemetaannya dalam skala kota akan dapat menunjukkan potensi tiap elemen ekosistem ekraf. 

ICCN masih mengembangkan Indeks Kota/Kabupaten Kreatif (IKK) dalam bentuk dashboard digital, yang dapat menjadi alat kerja bagi pemerintah lokal untuk dapat membuat keputusan dan menyusun kebijakan berdasarkan potensi ekraf di wilayahnya dengan dampak yang terukur dan berkelanjutan. Upaya ini juga akan membantu pemerintah daerah dalam mengidentifikasi mitra ko/kab lain dalam memajukan wilayahnya berdasarkan potensi ekraf mereka. Catha Ekadasa, atau 11 Jurus Mewujudkan Ko/Kab Kreatif yang bermuara pada 10 Prinsip Ko/Kab Kreatif ICCN, menjadi salah satu parameter dalam IKK, sehingga para pelaku ekraf, komunitas, dan warga dapat berpartisipasi langsung dalam pemutakhiran dashboard tersebut secara berkala.          

World Conference on Creative Economy (WCCE)

Indonesia akan kembali menyelenggarakan WCCE di Bali, Mei 2021, untuk yang kedua kalinya. Acara ini tentu saja akan menjadi parameter perkembangan ekraf di Indonesia, yang bukan hanya berupa showcase kekayaan budaya dan karya-karya dari sub-sektor industri kreatif Indonesia, tapi juga menjadi peluang bagi Indonesia untuk menunjukkan betapa sektor ekraf dapat menjawab tantangan masa krisis dan berpeluang menjadi solusi bagi kondisi di masa depan, our near future. Sebagai negara pencetus IYCE, Indonesia tentu akan menjadi perhatian bagi negara-negara lain yang juga telah dan mulai menggairahkan sektor ekraf dalam kondisi penuh keterbatasan. It is crucial to demonstrate the answers and evidences to the “So what?!” question of the creative economy sector.     

Indonesia harus dapat memposisikan diri dengan lebih strategis melalui sektor ekraf ini, baik dalam skala global, maupun pada dampak nyatanya secara internal. Sinergi antar stakeholders perlu segera dicek ulang dan diperkuat di mana perlu, agar dapat benar-benar menunjukkan keunggulan kita dalam sektor ini. Sementara, para pelaku di tengah masyarakat pun, dari akademisi hingga profesional dalam sektor ekonomi kreatif, pun terus bergerak secara dinamis.  Tidak ada momentum yang lebih sempurna lagi dari tahun 2021 untuk membuktikan kekuatan ekraf Indonesia. Ayo tangkap, jangan sampai lepas!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *