Tag Archives: ICCF

Peran ICCN dalam Ekraf Global

[Ini catatan yang unggahannya sedikit tertunda, dari Indonesia Creative Cities Festival (ICCF) di Rumah Sanur, disarikan dari sesi tanggal 26 November 2020, pk.14.30-15.00 WITA]

Dari rangkaian acara Indonesia Creative Cities Festival (ICCF), terdapat satu sesi diskusi dengan narasumber internasional, untuk membahas isu seputar ekonomi kreatif dalam skala global, terutama dalam kaitannya dengan organisasi simpul komunitas seperti ICCN; dan juga membahas peran ICCN ke depannya, terutama dalam upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Narasumber pertama adalah Nicolas Buchoud, yang juga hadir dan berbicara di ICCF 2019 di Ternate sebagai penasehat sekaligus anggota kehormatan ICCN. Nicolas sempat berkunjung ke Rumah Sanur dan berbincang dengan alm. Kang Ayip pada akhir 2018 lalu, seusai acara World Conference on Creative Economy (WCCE) yang pertama, bertempat di Nusa Dua. Kini Nicolas juga menjabat sebagai co-chair dari Gugus Tugas Infrastruktur dari T20 (Think Tank 20/ kelompok think tank bagi G20), penasehat U20 (Urban 20/ kelompok wali kota dari negara-negara G20), dan fellow dari Global Solutions Network. Narasumber kedua, John Newbigin, adalah pendiri dan ketua Creative England (2011-2018), penasehat khusus bagi Menteri Budaya Inggris, duta industri kreatif bagi Wali Kota London, dan juga ketua Dewan Penasehat Internasional untuk Creative Industries Policy & Evidence Centre (PEC).

Berikut ini rangkuman dari sesi diskusi tersebut.

  1. Saat ICCF 2019 di Ternate, Nicolas mengajukan 4 hal untuk meningkatkan kepemimpinan global ICCN melalui beberapa inisiatif. Sejauh ini, yang telah tercapai adalah: (1) Menjadi representatif Indonesia di World Urban Forum (WUF) 10 di Abu Dhabi, Februari 2020, dan (2) Berkontribusi pada U20 dalam menyusun rekomendasi kebijakan, bertajuk “Creative Economy and The Future of Work”. Yang tidak/belum terlaksana adalah (1) Partisipasi ICCN dalam Expo 2020, terutama untuk WCCE di Dubai, karena tertunda hingga Dessember 2021; dan (2) bergabung dengan inisatif think tank UNOSSC/ United Nations Office for South-South Cooperation.  
  2. Ketika pandemi, kondisi kesehatan dan ekonomi memburuk secara global. Dalam kondisi ini, bagaimana aktivitas Ekonomi Kreatif dapat terus didorong? Dalam kondisi ini pula terlihat bahwa modal Sumber Daya Manusia, yang juga menjadi modal utama sektor Ekonomi Kreatif, adalah sumber daya kunci, berbarengan dengan modal finansial.
  3. Kota adalah episentrum bagi segala bentuk krisis, sehingga peran kota menjadi sangat kuat. Baik kegagalan maupun kesuksesan sebuah kota dalam menghadapi krisis tercermin dalam ketangguhan atau resiliensi kota itu sendiri. Oleh karena itu, komunitas independen setingkat kota/kabupaten pun memegang peranan penting dalam menentukan arah serta capaian pembangunan. 
  4. 10 Prinsip Ko/Kab Kreatif ICCN sangat berbeda dari “indikator kota kreatif” yang lain. Kalau indikator lain biasanya langsung mengangkat aspek dan dampak ekonomi, 10 Prinsip ICCN ini justru mendahulukan aspek-aspek welas asih, inklusivitas, solidaritas, dan hak asasi manusia. John telah mencoba menerapkan 10 Prinsip ICCN di berbagai komunitas di Amerika Latin, yang ternyata dapat dengan mudah menerima dan menerapkan prinsip-prinsip ini.   
  5. Pembahasan mengenai kehidupan pasca pandemi mengarah pada betapa modal sosial, seperti halnya berkomunitas, telah terbukti menjadi solusi untuk dapat bertahan, terutama pada skala lokal, di mana sektor budaya dan ekonomi kreatif memiliki irisan sangat besar dengan informal economy.
  6. Informal economy mendominasi unit usaha secara global; di India bahkan 80% unit usaha merupakan sektor informal. Sektor ini memiliki kelincahan dan ketangkasan dalam menyesuaikan bisnisnya, sehingga kerap menjadi penyelamat bagi aktivitas ekonomi lokal. 
  7. Berbagai sumber mata pencaharian yang masuk ke dalam kategori informal economy banyak beririsan dengan sektor creative economy, sehingga tantangannya pun serupa, yaitu perlu adanya alat ukur untuk dapat mengetahui perkembangannya secara konkrit. 
  8. Indonesia, tepatnya di Labuan Bajo, akan menjadi tuan rumah G20 Summit di tahun 2022, bukan 2023 seperti yang direncanakan sebelumnya. Ini akan menjadi the next historical responsibility bagi ICCN, yang harus mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan tersebut dalam 24 bulan. Tapi justru ini yang menjadi peluang pembuktian bahwa ekonomi kreatif merupakan pendekatan pembangunan berbasis manusia, dan tidak bergantung pada “kelas/kaum kreatif”. 
  9. Sustainable Development Goals (SDG) telah menjadi konsensus global, namun tidak ada satu pun dari 17 sasaran tersebut yang menyebutkan “budaya” (culture) secara eksplisit. Budaya, yang selalu bersifat partisipatif, seharusnya tertanam dalam seluruh sasaran SDG.
  10. Ekonomi kreatif umumnya dianggap sebagai sektor yang secara tipikal berada di wilayah perkotaan, melalui penambahan nilai pada suatu produk barang/jasa. Namun konektivitas desa-kota dan pengembangan ekonomi kreatif di pedesaan juga harus menjadi perhatian dan diangkat sebagai potensi yang menjadi kekuatan bangsa dengan sumber daya budaya yang tak terhingga. 
  11. Momentum International Year of Creative Economy (IYCE) for Sustainable Development 2021 dan G20 Summit 2022 di Indonesia harus dimanfaatkan sebaik-baiknya, karena tidak akan kembali lagi bahkan dalam satu abad mendatang; dalam momentum ini Indonesia berperan untuk menunjukkan bentuk pemulihan dengan fokus pada pengembangan kapasitas SDM.

Di akhir sesi, mereka diminta menyampaikan pertanyaan atau pesan bagi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif seputar hal-hal yang tengah dibahas, berikut ini: SDG kini bertitik berat pada pembentukan pemulihan yang terfokus pada kapasitas dan sumber daya manusia, sehingga pemerintah harus berinvestasi pada kebijakan yang mendorong keterlibatan komunitas, serta menghasilkan dampak yang seusai dengan konteks di mana kebijakan tersebut diterapkan.