Rahmat Zulfikar (27116049)
Sekilas karangan bunga terlihat sangat menarik, namun dibalik keindahannya terdapat masalah yang sangat meresahkan. Masalah tersebut timbul dari penggunaan bahan yang tidak lagi 100% berbahan organik. Pada mulanya para pedagang karangan bunga menggunakan bunga asli sebagai bahan utama dalam merangkai karangan bunga pesanannya. Namun para pedagang kini sudah menggantinya dengan bunga imitasi yang dibuat dari bahan styrofoam. Berdasarkan laporan Dinas Lingkungan Hidup kota Yogyakarta tahun 2008 menyebutkan bahwa, komposisi limbah styrofoam berada pada kategori lain-lain sebesar 25, 83% dari 350 ton jumlah sampah harian. Berarti ada sekitar 90 ton sampah styrofoam dalam sehari. Jumlah tersebut belum mencakup keseluruhan sampah styrofoam yang ada di Indonesia. Angka tersebut sudah pasti sangat mencengangkan bila harus dihubungkan pada niat kebaikan empati terhadap saudara atau teman. Pernahkah kita berpikir bahwa karangan bunga yang kita berikan kepada sanak saudara atau teman itu, sangat merepotkan mereka setelah acara selesai. Mungkin saudara dan teman kita justru tidak bahagia karena harus direpotkan dengan hal-hal yang membuatnya ribet. Mereka harus membereskan tumpukan karangan bunga yang umurnya sangat sebentar. Karangan bunga hanya dipajang pada saat acara berlangsung. Mungkin hanya beberapa orang dari sekian banyak tamu acara yang benar-benar memperhatikan karangan bunga tersebut. Umurnya yang sebentar dan pengaruhnya terhadap acara tidak sebanding dengan dampak kerusakan lingkungan yang harus ditanggung bumi setelah acara tersebut selesai. Bila dalam satu hari ada banyak acara serupa yang para tamunya juga memberikan karangan bunga serupa sudah bisa dibayangkan betapa banyak sampah styrofoam yang akan ditanggung bumi. Membereskan karangan bunga yang terbuat dari styrofoam itu tidak mudah. Tidak mungkin meraka akan menumpuk lalu membakarnya begitu saja. Karena pasti akan berat hati bila asap yang ditimbulkan mengganggu tetangga mereka. Sampah styrofoam tidak dapat diuraikan oleh tanah, sifatnya yang abadi tidak cukup hanya dengan dikubur di dalam tanah.
Pada tanggal 1 November 2016, bandung melarang adanya penggunaan styrofoam. Pertanyaanya apakah peraturan ini hanya berlaku untuk kemasan makanan atau berlaku pada semua sektor kehidupan dikota bandung. Apapun kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, sudah semestinya masyarakat mulai mengurangi jumlah penggunaan styrofoam. Harusnya pemerintah juga melaranga penggunaan styrofoam pada sektor lain. Mulai sejak dini penggunaan styrofoam pada karangan bunga harus mulai dibatasi. Masyarakat harus bisa aware terhadap kebutuhannya sendiri. Alangkah baiknya perbuatan baik selalu dimulai dengan yang baik. Menyampaikan rasa empati bukanlah hal yang buruk. Namun tanpa disadari masyarakat kurang memeperhatikan secara detail kebutuhan bersosialnya. Sehingga kebaikan sosial yang dilakukan berdampak pada pencemaran lingkungan yang ujungnya akan meresahkan masyarakat itu sendiri. Sudah semestinya masyrakat mencari alternatif lain dalam menyampaikan empatinya terhadap lingkaran sosialnya. Masyrakat harus sudah mulai memilah sendiri material yang akan digunakanya dalam beraktifitas. Bila masyarakat tidak memulainya sudah bisa dipastikan bumi akan menanggung banyak sampah styrofoam yang tidak bisa diurai. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat harus benar-benar berhenti menggunakan styrofoam bila tidak ingin menyaksikan bumi tenggelam dengan tumpukan styrofoam.