Berikut ini catatan-catatan lepas dari perjalanan ke Dublin dalam rangka menghadiri UCLG Culture Summit, akhir November 2023.
Kota Literatur
Dublin bergabung dengan UNESCO Creative Cities Network (UCCN) sebagai Kota Literatur sejak 2010. Sudah sepantasnya, mengingat kentalnya sejarah dan para tokoh literatur dunia yang berasal dari Ibu Kota Irlandia ini. Hampir di setiap sudut kota kita dihadapkan pada budaya literatur mereka dalam berbagai bentuk, seperti kutipan (quotes) di ruang publik, lirik lagu yang dinyanyikan di bar, dan penampilan puisi atau prosa di pembukaan acara resmi. Mereka juga masih secara aktif menggunakan bahasa Gaelic, yang selalu diucapkan terlebih dahulu sebagai salam dan pembuka, sebelum dilanjutkan dengan Bahasa Inggris, dan kemudian diucapkan lagi sebagai penutup.
Air minum complimentary di kamar hotel juga membawa semangat “literatur”. Kemasannya berupa botol ‘persegi’ berbahan kertas dan tebu “yang dipanen secara bertanggung jawab” dan “tumbuh kembali sepanjang tahun”. Pada salah satu sisinya tertera “writer’s series” dan ada foto W.B. Yeats, seorang penerima Nobel Literatur kelahiran Dublin. Jadi penasaran, ingin melihat tokoh-tokoh literatur lain di seri botol air minum ini. Hebat, ya, cara mereka mengangkat tokoh budaya lokalnya, disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan masa kini.
Teater
Ada satu hari di mana para peserta UCLG Culture Summit berkesempatan untuk menikmati acara budaya di Dublin, dengan beberapa pilihan kegiatan. Ada workshop musik, menari, perpustakaan anak, tur jalan kaki, dan sebagainya. Saya memilih untuk menonton teater di Abbey Theatre, sebuah bangunan ikonik yang dibuka sejak 1904, yang juga disebut sebagai Teater Nasional Irlandia.
Malam itu play-nya berjudul The Quare Fellow karya Brendan Behan, disturadarai oleh Tom Creed. Istimewanya, pertunjukan yang biasanya dimainkan hanya oleh aktor laki-laki, kali ini seluruh pemainnya adalah perempuan dan non-biner. Yang menjadi perhatian lagi adalah, teater ini penuh penonton, padahal bukan malam minggu atau hari libur. Berarti apresiasi untuk jenis pertunjukan ini sudah sangat tinggi, bagi segala kalangan, baik tua maupun muda. Ramainya malam itu seperti, kalau di kita, di bioskop yang sedang memutar film baru yang viral. Ambiens gedung teater, dengan segala memorabilianya, masih terjaga dengan baik.
Pertunjukannya sendiri sulit diikuti, karena, meskipun berbahasa Inggris, logatnya sangat kental, istilah dan referensinya sangat Irlandia. Diam-diam mengkhayal, andai saja ada subtitle di panggung…
Branding Trivia
Ada trivia menarik dari branding UCLG Culture Summit 2023 ini. Seluruh materi promosi dan dokumen dari event ini mengandung kode visual yang sama, dan ada ornamen yang selalu muncul, yaitu satu garis memanjang yang memuat garis-garis pendek dalam posisi tegak lurus dengan garis memanjang tersebut, dalam formasi tertentu. Ternyata, garis-garis itu tidak disusun secara random atau demi estetika saja. Berikut ini keterangan tentang elemen visual tersebut:
Ogham is an ancient Celtic script consisting of straight lines carved on stones or wood. We’ve chosen the Ogham word for Culture to represent our guarantee as a place of culture in global debates on sustainable development.
Mind blown! Jadi tiap rumpun garis pendek itu sebenarnya huruf, yang membentuk kata “culture”! Dan bisa diposisikan horisontal maupun vertikal, di segala media. Aduh keren banget.
Dublin Winter Lights
Sudah masuk musim dingin ini, langit jadi cepat gelap. Kota yang usianya sudah 700 tahun ini pusatnya dipenuhi oleh bangunan abad-16 yang megah dan kokoh, diselingi dengan bangunan-bangunan baru serta toko-toko di sepanjang trotoar. Suasana gelap, terutama pada bidang luas pada dinding gedung, dimanfaatkan sebagai kanvas besar dengan event Dublin Winter Lights.
Sebelum event tersebut dimulai, sudah ada beberapa “light graffiti” yang dapat dinikmati oleh semua orang, bisa tiba-tiba muncul begitu saja di tembok atau trotoar. Permainan cahaya yang jauh lebih ‘niat’ dapat diikuti di media sosial Kota Dublin ini. Seru ya, bisa jadi ajang ekspresi para pelaku kreatifnya, selain juga mencerahkan suasana kota.
Museum Kecil
Karena ada waktu 3 jam sebelum bisa masuk kamar, saya manfaatkan untuk mampir ke The Little Museum of Dublin, yang jaraknya hanya 10 menit jalan kaki dari hotel.
Alasan ke sana? Ingin info lebih banyak soal Dublin & Irlandia, berhubung belum pernah ke sini sama sekali. Selain itu: ada ruangan khusus utk U2!
Museum yang bertempat di 1 rumah berlantai 3 ini merupakan swadaya masyarakat, yang ditertawakan orang waktu pertama dibuka. Kata mereka, “Memang siapa yang mau datang?”. Tapi sekarang jadi museum paling laris se-Dublin. Koleksi museum ini sebagian besar adalah sumbangan dari warga Dublin, mulai dari foto dan poster lawas, sampai kemasan ‘sembako’ jadul. Semuanya punya cerita.
Saya ikutan guided tour-nya (durasi 30 menit), 13 EUR per tiket. Bareng dengan sekitar 12an pengunjung lain, menyimak cerita dari satu ruangan ke yang berikutnya. Menjelang akhir tur, tentang Dublin di tahun 1990an, tentu saja U2 disebut sebagai salah satu kebanggaan “Made in Dublin”.
Refleksi singkat: kisah dan artifak di kota kita pasti nggak kalah seru. Tapi memang perlu dipajang dengan pantas, diceritakan dengan menarik, juga dibuat merchandise-nya yang keren. Nggak usah mewah dan besar, compact saja seperti yg di Dublin ini. Heuh jadi gregetan!